Pasca didirikannya Arsip Nasional Amerika sampai 30 tahun kemudian, kegiatan kearsipan hanya terbatas pada lembaga pemerintah, belum menjangkau pada ranah swasta atau nonpemerintah. Baru pada tahun 1970-an, muncullah kesadaran untuk mengelola arsip – arsip di luar kepemerintahan, khususnya tentang arsip agama (religious archives). Program arsip agama mulai berkembang dan para arsiparis keagamaan membentuk komunitas kearsipan tersendiri. Kemunculan komunitas baru ini telah mendapat perhatian, tetapi tidak secara serta-merta membawa misi yang jelas di antara lembaga kearsipan keagamaan. Bahkan menurut James M. O’Toole (1984:91-92), selama bertahun-tahun para arsiparis agama belum mampu mengidentifikasi “keunikan” yang mereka miliki untuk dijelaskan kepada publik. Untuk menjembatani aspirasi para arsiparis agama, The Society of American Archivists pada tahun 1980 menerbitkan buku karangan August Suelflow yang berjudul Religious Archives: an Introduction. Diharapkan buku ini menjadi pegangan bagi para arsiparis keagamaan di seluruh dunia.
Bagaimana dengan kearsipan keagamaan di Indonesia? Kearsipan di negara kita masih terfokus pada lembaga pemerintah. Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan di sana disebutkan bahwa definisi arsip juga menjangkau arsip individu dan organisasi kemasyarakatan (arsip agama tentunya include di sini), namun dalam prakteknya ANRI sebagai lembaga pembina kearsipan nasional belum mengatur tentang arsip-arsip individu dan keagamaan. Khusus tentang pengelolaan arsip keagamaan, buku pedoman kearsipan bagi arsiparis keagamaan / ormas keagamaan hampir-hampir sulit ditemukan di toko-toko buku atau di perpustakaan. Kalaupun ada, tentunya sangat terbatas untuk kalangan sendiri.
Adalah buku "Mengurus Arsip Gereja: Pegangan untuk Arsiparis Keuskupan dan Tarekat" yang telah memberikan pencerahan kepada kita tentang perlunya buku panduan kearsipan di lingkungan gereja. Baca selengkapnya di Buletin "Khazanah" Edisi November 2011.
No comments:
Post a Comment