Berbicara
tentang arsip, khususnya arsip statis (archives) tidak bisa dipisahkan
dengan masa lalu. Arsip sebagai produk budaya akan menjadi jembatan penghubung
antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Arsip sebagai sumber informasi otentik perlu
dikelola dengan baik sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk mengungkap
apa yang telah terjadi di masa lalu (khususnya arsip yang bernilai guna
informasional), dan sebagai bukti akuntabilitas publik (khususnya arsip yang
bernilai guna kebuktian). Kalimat terakhir di atas bila diringkas akan menjadi
tiga core concepts dalam kearsipan, yaitu ARSIP itu sendiri, ARSIPARIS
sebagai pengelolanya, dan SEJARAWAN sebagai interpreternya. Secara
historis, perkembangan kearsipan memang tidak bisa lepas dari dua profesi ini.
Ada baiknya untuk mengetahui pergumulan antara peran arsiparis dan sejarawan
dalam menggeluti satu objek yang sama, yakni Arsip, kita perlu membaca buku
yang satu ini: PROCESSING THE PAST, Contesting Authority in History and the
Archives. Francis X. Blouin Jr. and William G. Rosenberg. Oxford University
Press. 2011.
Buku ini
terdiri atas dua bab. Bab Pertama berisi tentang munculnya kesenjangan arsip (archival
devide) yang terdiri atas lima Subbab. Sementara Bab Kedua berisi tentang
pengolahan masa lalu, yang terdiri atas enam Subbab. Inti pada Bagian Pertama
mengkaji hubungan antara arsip dan pendekatan terhadap sejarah, serta bagaimana
arsiparis dan sejarawan biasanya mengolah masa lalu. Pada Bab Pertama ini
menitikberatkan pada issues and nature otoritas dalam sejarah dan arsip serta
menganalisis dalam konteks historis awal terjadinya "kesenjangan
arsip" -- suatu istilah yang belum pernah ada sebelumnya dalam terminologi kearsipan. Bab Kedua memberikan pendekatan baru terhadap pemahaman historis
dan kaitannya dengan arsip dan implikasinya terhadap praktik-praktik kearsipan
yang terus berubah.
Buku ini
memang terkesan buku yang serius, apalagi ditulis oleh dua orang yang latar
belakangnya sebagai arsiparis dan sejarawan. Mereka berusaha membelokkan
"haluan arsip" dengan menempatkan arsip sebagai subjek, bukan lagi
sebagai tempat – tempat kajian serta mengkaji hubungan permasalahan yang
dihadapai dalam bidang sejarah dan kearsipan. Contoh pemicu permasalahan kedua
bidang ini adalah munculnya pemikiran postmodern serta tantangan perkembangan
Teknologi Informasi (TI) yang begitu pesat. Tantangan pemikiran postmodern,
misalnya, yang mengkritisi keotentikan arsip dan ciri ketidakberpihakan suatu
arsip (inviolate) yang selama bertahun - tahun menjadi jargon oleh para arsiparis dan sejarawan. Begitu pula
dengan tantangan TI yang memaksa arsiparis memikir ulang konsep – konsep otentisitas,
integritas, dan reliabilitas arsip elektronik yang sangat berbeda dengan
pendekatan kearsipan tradisional. Untuk lebih jelasnya, silakan baca buku ini.
No comments:
Post a Comment