3/16/08

Life Cycle of Records versus Records Continuum Model



-->

Versi file pdf

Bagi mahasiswa kearsipan, istilah daur hidup arsip dinamis atau life cycle of records adalah istilah yang sudah tidak asing lagi. Konsep daur hidup arsip tampaknya sudah menjadi paradigma ilmu kearsipan. Adapun asbabu al nuzul dari konsep ini adalah karena akibat Perang Dunia Pertama dan Kedua, di mana di Amerika Serikat saat itu mengalami banjir arsip, dalam arti hampir seluruh instansi saat itu kewalahan mengatasi menggunungnya arsip-arsip akibat dampak PD tersebut. Oleh karena itu, atas prakarsa T.R Schellenberg, perlu adanya seleksi atas arsip-arsip tersebut agar menghemat ruang atau tempat simpan arsip. Pada saat itulah muncul konsep penilaian arsip (appraissal of records). Konon, T.R Schellenberg juga dikenal sebagai bapak teori penilaian arsip. Bukan itu saja, Schellenberg juga yang mengenalkan konsep daur hidup arsip dinamis (life cycle of records).

Akibat dari konsep penilaian dan konsep daur hidup arsip itulah yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan definisi di Amerika Serikat terhadap makna arsip dinamis (records) dan arsip statis (archives). Lain halnya di sebagian negara Eropa (karena tidak semua), seperti Belanda, Spanyol, Italia. Untuk menyebut arsip (tidak masalah dinamis ataupun statis), cukup dengan kata archives. Adapun untuk menunjuk arsip yang in the making (kalau di AS namanya records), cukup menambahkan ajektif di depannya, misalnya di Belanda Dynamisch archief,administrative archives, atau seperti di Indonesia arsip dinamis, arsip statis.

Masalahnya, di negara kita kadang-kadang tidak konsisten dalam menggunakan kata arsip dinamis(records) dan arsip statis (archives). Biasanya kata ‘arsip’ yang dimaksud adalah ‘arsip statis’ jadi keduanya saling tukar. Adapun ‘arsip dinamis’ atau ‘records’ yang sering menimbulkan masalah. Orang awam atau yang bukan dari dunia kearsipan sering menerjemahkan ‘records’ bermacam-macam, ada yang menerjemahkan ‘rekod’, ‘rekaman’,’cantuman’, dll. Memang di sini akan menimbulkan banyak masalah karena tergantung kita berangkat dari mana. Bagi pustakawan, tentu akan menerjemahkan ‘records’ dengan istilah cantuman. Bedakan juga ‘records’ dalam ranah data base (informatika) dengan ranah kearsipan ! Sebagai insan kearsipan, harusnya kita menjadi pengusung buzz words ‘records’ menjadi ‘arsip
dinamis’. Masalahnya orang ANRI sendiri kadang juga tidak menyadari. Misalnya untuk mengatakanrecords retention schedule, sampai saat ini masih lebih dikenal dengan Jadwal Retensi Arsip (JRA), harusnya Jadwal Retensi Arsip Dinamis.

Tidak hanya itu, tampaknya dunia kearsipan juga masih disibukkan dengan kerancuan definisi klasik, misalnya pengertian dokumen, records, dan archives. Padahal ketiganya berbeda. Coba bandingkan antara UU No 7/1971 dan UU No 8/1997 ! namun artikel ini tidak akan membahas perdebatan klasik tersebut. Saya akan mengulas tentang perbedaan pendekatan kearsipan, antara daur hidup arsip dinamis dengan records continuum model.

Pendekatan Tradisional Kearsipan (life cycle of records)


Daur hidup merupakan konsep yang dipakai dalam ilmu pengetahuan alam atau sains. Konsep ini menggambarkan keseluruhan rangkaian proses yang membentuk sejarah hidup suatu organisme. Manusia, misalnya, memiliki siklus hidup yang sama dengan sejarah kehidupan spesies atau genus, dengan pola pengulangan siklus yang dapat kita amati tiap generasinya. Seekor katak mula-mula
terbentuk dari embrio, berudu/cebong, anak katak, katak beneran sampai akhirnya mati, ia hidup melalui suatu siklus kehidupan yang paripurna.

Dalam ilmu pengetahuan sosial model daur hidup juga dipakai untuk menjelaskan ritual siklus kehidupan manusia yang masih dalam proses, misalnya, dari kelahiran sampai inisiasi menuju masyarakat dewasa lalu pernikahan sampai akhirnya pada tahap kematian. Tahap-tahapan ini biasanya memiliki
kaitan yang kuat dalam mewujudkan hak-hak serta kewajiban yang ada dalam lingkungannya. Seperti halnya dalam versi daur hidup dalam ilmu pengetahuan alam, versi daur hidup dalam sosiologi juga memberikan pola generasi dari kehidupan sampai dengan kematian.

Pada daur hidup tata arsip dinamis ada ciri pengulangan atas generasi arsip dinamis yang dapat dideskripsikan ke dalam tahap-tahap tertentu. Premisnya adalah bahwa tiap-tiap tahap arsip dinamis dapat diamati selama periode ‘kehidupan’ arsip dinamis dari kelahiran (penciptaan), kehidupan (penggunaan dan pemeliharaan), dan akhirnya sampain kematian (penyusutan).

Daur hidup versi Ilmu Pengetahuan Alam


Konsep daur hidup arsip dinamis dalam tataran dasar pada bidang manajemen arsip dinamis (records management), meliputi proses penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta pemusnahan. Kalau ditambah dengan manajemen arsip statis, akan menjadi identifikasi dan penilaian, akuisisi,
deskripsi, serta penggunaan dan akses. Pola ini mirip dengan model daur hidup sains. Semua items arsip dinamis dapat (menurut dugaan) diamati – melalui siklus hidup yang sama kecuali pada tahap pemusnahan.

Contoh pendekatan sejarah kehidupan yang lengkap terhadap daur hidup arsip dinamis adalah pendekatan yang dipakai oleh Arsip Nasional Amerika Serikat pada tahun 1940-an. Konsep ini dikembangkan sebagai cara untuk menggambarkan proses penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan serta pemusnahan arsip dinamis. Model manajemen arsip dinamis dan statis dikembangkan dengan pola-pola
seperti di bawah ini:

gbr1

Pendekatan kearsipan Amerika memiliki ciri bahwa keputusan ‘Jadwal Retensi Arsip Dinamis (JRA)’ merupakan gap / pemisah antara unit pencipta (records management) dan unit kearsipan (sebagian kecil bagian dari records management) dan depo arsip (archives administration).

Versi Ritual dalam Sosiologi


Versi Eropa terhadap daur hidup lebih menekankan pada ritual perjalanan yang diasosiasikan dengan relokasi fisik arsip dinamis. Contohnya adalah pendekatan “tiga tahap arsip” yang berdasarkan pada tempat simpan arsip aktif, semi-aktif dan inaktif. Kejadian-kejadian tertentu diharapkan terjadi selama tiga tahap utama ini pada saat arsip dinamis ditransfer dari tempat simpan arsip aktif (central files) ke intermediate records centre lalu ke arsip (statis). Tahap-tahapan ini berkaitan erat dengan hak dan kewajiban lembaga kearsipan untuk memelihara arsipnya sebagai bukti tindakan yang otentik dan andal (authentic and reliable evidence of actions). Adapun kompetensi otoritas kearsipan dijelaskan dan dibakukan oleh tiap-tiap tahap arsip dalam proses tata arsip dinamis (recordkeeping process).

Versi Campuran (hibrida) dalam Manajemen Arsip Dinamis (Records Management) dan

Manajemen Arsip Statis (Archives Administration)


Kalau kita gabungkan versi ritual perjalanan dengan versi sejarah kehidupan dari konsep daur hidup di atas maka akan menghasilkan model yang dapat mencakup kompleksitas tahap-tahap arsip.

Contohnya adalah sebuah model yang dipresentasikan di dalam seri video Edith Cowan University tentang manajemen arsip dinamis dan statis yang mendeskripsikan sebuah model delapan tahap di mana“tiga tahap arsip statis” ditambahkan ke dalam lima unsur sejarah kehidupan. Sehingga tahapannya adalah
sebagai berikut: CREATION, DISTRIBUTION, UTILIZATION, active storage, TRANSFER, inactive storage, DISPOSITION, and permanent storage (Archives).

Dari semua versi konsep daur hidup diatas, tampak bahwa di sana ada pemisahan yang jelas antara records manager dengan archivist. Kompetensi dan tanggung jawab records manager serta archivist direpresentasikan secara eksklusif dengan tahapan yang berbeda dalam daur hidupnya, serta dengan tujuan tata arsip dinamis yang berbeda pula. Dalam hal inilah lalu muncul worldview yang merupakan paradigma baru dalam ilmu kearsipan, yakni pandangan records continuum model.

Sebelum kita mengulas records continuum model, dibawah ini digambarkan ciri-ciri model daur hidup arsip serta kelemahannya menghadapi arsip elektronik.

Ciri-ciri dari pendekatan tradisonal kearsipan (dinamis dan statis tentunya), yakni daur hidup arsip adalah sebagai berikut:


  1. Arsiparis merupakan penerima estafet dari proses manajemen arsip dinamis (unit pencipta) sehingga sering dikenal dengan melihat arsip sebagai hasil samping administrasi.

  2. Arsip statis merupakan hasil dari siklus hidup arsip dinamis, manajemen arsip dinamis berada pada permulaan dan posisi tengah

  3. Arsip dinamis dan statis secara fisik dikuasai dan disimpan oleh lembaga kearsipan

  4. Penilaiannya adalah fisik arsip dinamis (baik di unit kearsipan maupun di depo arsip)

  5. Preservasinya hanya pada medium aslinya

  6. Adanya pembedaan ruang(unit pencipta, unit kearsipan, depo arsip) dan waktu(dinamis aktif, semiaktif, inaktif, statis)

  7. Deskripsi arsip berdasarkan pada sistem penomoran yang sama atau karakteristik fisik

  8. Memerlukan banyak tempat penyimpanan fisik arsip yang begitu besar

Kendala Pendekatan Kearsipan Tradisional Terhadap Arsip Elektronik


Cepatnya pertumbuhan dan perubahan teknologi informasi dan komunikasi serta ketidakstabilan medium arsip menimbulkan permasalahn pada preservasi arsip digital atau elektronik. Dalam bidang TI, perubahan versi hardware, software berjalan begitu cepat. Pergantian hardware baik mesinnya maupun kemampuannya serta media simpannya hampir setiap tahun berubah. Sementara perkembangan software juga berubah dengan lebih cepat lagi. isalnya:upgrade versi OS ataupun program aplikasi yang lebih baru, upgrade platform hardware, perkembangan dokumen multimedia yang begitu kompleks; serta, migrasi yang ditimbulkan dari perkembangan software dan hardware tersebut.

Biasanya, migrasi dilakukan untuk arsip yang ‘current’ saja ke software atau platforms yang terbaru. Adapun arsip elektronik yang lama, misalnya tahun 1990-an yang disimpan dalam format word star akan diabaikan migrasinya, padahal kini words star sudah hilang di pasaran. Lantas bagaimana solusinya? Padahal, semakin lama arsip yang ‘non-current’ menunggu konversi ke format terbaru, semakin sulit juga sistem upgrade-nya, sehingga praktis tidak dapat diakses, padahal arsip tanpa akses tidak ada gunanya. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah, karena arsip elektronik pada software lama yang tidak dapat dikonversi ke software terbaru akan terhapus begitu saja (written off).

Risiko yang biasanya dialami pada arsip elektronik saat ini adalah:

  1. banyaknya data, dokumen, dan arsip dinamis yang susah dikendalikan lagi (mountain of records)

  2. terjadinya pemusnahan data, dokumen, dan arsip dinamis yang tidak disengaja, misalnya kesalahan perintah dalam komputer, virus, dll

  3. terjadinya pemalsuan dokumen dan arsip dinamis dalam lingkungan elektronik

  4. tidak adanya dokumentasi sistem dan tidak tersedianya metadata yang memadahi, serta

  5. tidak adanya tata arsip dinamis yang integral dan adanya duplikasi akibat penyimpanan arsip dinamis elektronik dan arsip dinamis kertas.


Kelima hal di atas, akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. hilangnya akses informasi

  2. pemborosan dana karena mengharuskan adanya pembelian storage tambahan

  3. hilangnya arsip dinamis bisnis yang sangat bernilai

  4. terjadinya kebocoran informasi

  5. hilangnya bukti transaksi organisasi, di mana hal ini merupakan ciri utama arsip dinamis elektronik

  6. hilangnya akuntabilitas publik

Records Continuum BUKAN Daur Hidup Arsip !

Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, kini medium arsip sudah mengalami pergeseran drastis dari medium kertas yang tangible ke medium elektronik yangintangible. Permasalahn yang muncul adalah bahwa untuk mengakses arsip yg akurat,andal,otentik, lengkap serta readable sepanjang waktu merupakan hal yang sulit baik bagi user maupun arsiparis. Saat ini arsiparis diseluruh dunia sedang berusaha keras mencari pendekatan kearsipan yang paling sesuai untuk mengelola arsip elektronik.

Namun tampaknya Australia yang kini dijadikan rujukan internasional dalam mengelola kearsipan yang dapat diterima oleh semua pakar kearsipan dengan pendekatannya records continuum model. Model ini dianggap paling sesuai untuk mengatasi permasalahn yang dialami dalam masalah digital objects. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau Standar Australia tentang Records Management akhirnya diadopsi sebagai ISO bidang kearsipan seluruh dunia.

Konsep records continuum juga diperkuat dengan adanya rekomendasi dunia internasional sebagai cara terbaik mengelola arsip elektronik dalam konteks yang lebih luas dalam ilmu kearsipan (Flynn 2001, 79-93, Pucnell 2000, 12-13).

Konsep Records Continuum Model

Definisi records continuum model dijabarkan dalam Australia Records Management Standard AS4390 yang mengacu pada “...suatu pedoman yang konsisten dan koheren terhadap proses manajemen arsip sejak penciptaan arsip dinamis (dan sebelum penciptaannya, dalam desain sistem tata arsip dinamis) sampai pada preservasi dan pemanfaatan arsip dinamis sebagai arsip statis (AS4390 1996, part I : Clause 4.22 dalam Suprayitno dkk. “Alih Media Dalam Bingkai Records Continuum Model: Analisis Terhadap Layanan Informasi di Kantor Arsip, Data Elektronik, dan Perpustakaan Kabupaten Sleman. 2003. Tugas Akhir Program Diploma Kearsipan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep ini menghendaki integrasi pengelolaan dokumen, arsip dinamis, serta arsip statis.

Evolusi konsep records continuum model dapat dilihat dalam tiga periode: asal-usul konsep continuum; penggunaan luas kata ‘continuum’; dan rumusan serta implementasi records continuum model untuk mengelola arsip dinamis kertas maupun elektronik.

Pada periode pertama, pandangan paling awal mengenai konsep ini berasal dari seorang archivist Nasional Australia, Ian Maclean pada tahun 1950-an. Saat itu beliau berpendapat bahwa records managers merupakan archivists sejati, dan bahwa ilmu kearsipan (archival science) harusnya diarahkan pada kajian karakteristik rekaman informasi, sistem tata arsip dinamis serta proses klasifikasi (Upward 2000, 118). Pandangan beliau ini yang mempromosikan adanya kesinambungan antara records management dan archives administration.
Pada periode kedua, istilah continuum belum banyak dipakai pada bidang kearsipan di Australia pada pertengahan tahun 1980-an sampai datangnya archivist Canada Jay Atherton yang menyatakan secara eksplisit istilah ini pada konferensi Association of Canadian Archivists pada tahun 1985. Menurut Atherton, semua tahap arsip dinamis saling berhubungan, yang membentuk kontinyuum di mana baik records manager maupun archivist saling terlibat dalam
mengelola rekaman informasi. Beliau menunjukkan bagaimana tahapan dalam daur hidup arsip dinamis juga mempengaruhi ending dalam pembentukan arsip statis.

Pada periode ketiga, records continuum merupakan sebuah model cara berpikir yang dirumuskan oleh Frank Upward, seorang teorist bidang kearsipan di Australia sekitar tahun 1990-an. Menurut Upward, ada empat prinsip dalam records continuum model:
  1. bahwa konsep “record” diartikan sebagai arsip secara inklusif, baik arsip dinamis maupun statis. Untuk Indonesia, hal ini akan memudahkan karena cukup kita artikan “arsip” saja tanpa ada embel-embel dinamis atau statis.

  2. Fokus records sebagai entitas logika, bukan entitas fisik semata. Baik dalam bentuk arsip kertas maupun elektronik.

  3. Institusionalisasi peran profesi tata arsip dinamis memerlukan perhatian yang kuat atas keterlibatan tata arsip dinamis ke dalam proses dan tujuan bisnis (arsip dinamis yang masih ada di unit-unit pencipta) dan tujuan sosial (arsip statis).

  4. Ilmu kearsipan merupakan fondasi untuk mengelola pengetahuan tentang tata arsip dinamis... pengetahuan tersebut bersifat revisable namun dapat distrukturisasikan dan dieksplorasi dalam rangka penerapan prinsip-prinsip tindakan di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang... (Upward 1996, 275-277).

Model records continuum mempunyai empat poros yang berkaitan dengan konsen archivist terhadap empat tema utama dalam ilmu kearsipan: evidentiality, transactionality, identity, dan recordkeeping containers.

Empat dimensi dalam records continuum model adalah: penciptaan dokumen, penangkapan arsip dinamis (records capture) – penerjemahan penangkapan barangkali terasa janggal, namun untuk
memudahkan analogi makna capture adalah ketika kita mengkonversi dokumen dalam format word ke dalam pdf, maka ketika sudah jadi pdf, itulah berarti kita telah meng-capture dokumen tersebut menjadirecords, karena kalau sudah kita capure berarti tidak boleh/dapat diedit karena akan mengubah
otentisitas arsip dinamis - , organisasi memori pribadi dan korporasi, serta pluralisasi memori kolektif.

“the model provides a graphical tool for framing issues about the relationship between records managers and archivists, past, present and future, and for thinking strategically about working collaboratively and building partnerships with other stakeholders.” (McKemmish 1998, 2).

Pederson (1999) menyatakan bahwa model records continuum mempunyai empat fungsi tata arsip dinamis, yang disingkat CADS:
  • Control : capture, identifikasi, organisasi dan pengawasan (control)

  • Accessibility : menjamin adanya akses dan kemampumanfaatan

  • Disposal : memungkinkan adanya kriteria penilaian dan kebijakan atau prosedur pemusnahan untuk “meng-capture” arsip dinamis yang sesuai dan untuk“menyingkirkan” proses arsip dinamis yang tidak diperlukan lagi, baik untuk kegiatan bisnis, regulasi, maupun untuk tujuan kultural maupun historis

  • Storage : memelihara dan mempertahankan keotentikan arsip dinamis, integritas serta kemampumanfaatannya sepanjang waktu.

Pederson menunjukkan bahwa model tata arsip dinamis berbasis continuum ini mengartikulasikan suatu kerangka kerja yang mengidentifikasi serta mengelola hubungan dokumentasi, proses, sistem dan outputnya(records) pada empat level perspektif (Pederson, 1999). Kennedy dan Schauder (1998) lebih lanjut menjelaskan empat dimensi yang digunakan Upward dalam konsepnya records continuum model. Pandangannya dapat dijelaskan seperti di bawah ini:
  1. Pada level pertama, model ini menerapkan pada dirinya pengenalan akan tindakan (acts) yang akuntabel dan menjamin bahwa bukti (evidence) yang andal dari tindakan tersebut diciptakan dengan cara menangkap (capture) arsip dinamis dari transaksi yang terkait atau transaksi yang mendukungnya. Arsip dinamis aktivitas bisnis/organisasi diciptakan sebagai seni proses komunikasi bisnis dalam organisasi tersebut (misalnya melalui e-mail, software manajemen dokumen, atau aplikasi software lainnya)

  2. Pada level kedua, sistem tata arsip dinamis (recordkeeping systems) mengelola “famili” transaksi dan seri arsip dinamis yang mendokumentasikan proses penciptaannya pada unit kerja atau fungsi tunggal organisasi yang lebih kompleks. Arsip dinamis yang diciptakan atau diterima dalam sebuah organisasi diberi tengara (tag) informasi atau lebih dikenal dengan
    pemberian metadata mengenai rekaman transaksi tersebut, termasuk tengara informasi
    tentang bagaimana arsip dinamis tersebut saling link dengan arsip dinamis lainnya.

  3. Pada level ketiga, proses tata arsip dinamis yang sudah tanpa layer ini meliputi sistem yang multiple dan gugus arsip dinamis yang sudah digunakan untuk kebutuhan dokumentasi keseluruhan (bisnis, hukum dan budaya/pendidikan/sejarah) entitas yuridis tunggal. Arsip dinamis menjadi bagian dari sistem tempat simpan formal dan temu kembali yang merupakan memori korporasi organisasi

  4. Pada level keempat, sistem tata arsip dinamis menjangkau keseluruhan proses kebutuhan jasa masyarakat keseluruhan serta fungsi konstituennya dan entitas yang dilakukannya. Level ini membentuk penciptaan tata arsip dinamis yang kolaboratif, di bawah payung otoritas tata arsip dinamis publik, yang menjamin adanya akuntabilitas dan memori kultural masyarakat secara keseluruhan. Arsip dinamis yang diperlukan untuk tujuan akuntabilitas sosial (misalnya dengan undang-undang korporasi) atau bentuk lain dari memori kolektif menjadi bagian dari sistem kearsipan yang lebih luas yang terdiri dari arsip dinamis dari serangkaian organisasi. (Kennedy dan Schauder 1998 dan Pederson 1999).

Flynn (2001) menyimpulkan karya Atherton dan Upward. Beliau menganalisis bahwa records continuum model memiliki 6 ciri sebagai berikut:
  1. Merupakan sebuah sistem yang homogen dan integral dalam mengelola arsip (dinamis dan statis) apapun formatnya dan sepanjang waktu, baik yang punya jangka waktu pendek maupun lama;

  2. Arsip atau akumulasi arsip itu ada dalam wujud sinkronik yang berada dalam bentuk lebih dari sekedar satu “dimensi” konteks penciptaan dan penggunaan, bukan perpindahan diakronik arsip atau akumulasi arsip melalui tahap daur hidup yang diskrit dan terpisah-pisah setelah tahap daur hidup yang lainnya;

  3. Merupakan sebuah kesatuan bangunan desain sistem tata arsip dinamis, bahkan sebelum arsip dinamis itu diciptakan (pre-creation);

  4. Mengandalkan kerjasama dan bagi tugas dan tanggungjawab kearsipan (termasuk arsip statis) dengan sistem tata arsip dinamis, khususnya antara records managers dengan archivists;

  5. Adanya konsep jasa pengguna arsip, baik untuk lingkup internal maupun eksternal organisasi pencipta, selama periode arsip tersebut – tentu saja dalam hal ini ketentuan dan syarat berlaku, tergantung kebijakan masing-masing negara, karena point kelima ini berlaku bagi negara yang sudah menerapkan kebebasan memperoleh informasi (freedom of information act);

  6. Adanya makna konteks asal-usul arsip (provenance), organisasi serta konteks sosial di mana arsip dinamis tersebut diciptakan dan digunakan serta dipelihara. (Flynn 2001, 83-84).

Records Continuum Dalam Praktek

Flynn (2001) menunjukkan bahwa records continuum model merupakan model kearsipan yang signifikan dibandingkan dengan model yang lain karena tiga alasan:
  1. RCM memperluas kemungkinan adanya interprestasi arsip dinamis dan sistem tata arsip dinamis yang disuguhkan oleh model daur hidup, di mana kelebihan ini membantu memberikan variasi konteks kekinian tempat records manager dan archivist bekerja, dan bagaimana arsip dinamis dan statis digunakan;

  2. Mengingatkan kita akan kenyataan bahwa arsip (dinamis dan statis) diciptakan dan dipelihara karena kegunaannya, seperti halnya hasil fungsi administrasi dan bisnis dan sebuah proses, bukan semata-mata suatu tujuan itu sendiri;

  3. RCM mengutamakan kerjasama lintas repository, khususnya antara records manager danarchivists. (Flynn 2001, 90) (untuk Indonesia, hal ini sebenarnya sudah terjadi karena konsep arsiparis kita pada dasarnya gabungan antara records manager dan archivists, Cuma dalam praktek belum sepenuhnya dijalankan).

Kalau kita bandingkan antara records continuum model dengan life cycle of records model, ada 10 aspek yang membedakan keduanya:
  1. Asal-usul model

  2. Elemen definisi arsip dinamis

  3. Perhatian utama terhadap manajemen arsip dinamis

  4. Pola transfer arsip dinamis

  5. Perspektif tata arsip dinamis

  6. Proses tata arsip dinamis

  7. Kriteria seleksi arsip

  8. Waktu penilaian arsip

  9. Peran arsiparis

  10. Praktek aplikasi manajemen arsip dinamis
Perbedaan LCR dan RCM
Variabel

Perspektif
Life Cycle Model
Records Continuum Model
1.Asal-usul model Berangkat dari perlunya
mengontrol dan
mengelola secara efektif
fisik arsip-arsip dinamis
setelah Perang Dunia II
(lebih dari setengah

abad yang lalu)
Tuntutan yang meluas
adanya pengawasan
serta pengelolaan

manajemen arsip
dinamis elektronik pada
era digital sekarang ini
2.Elemen definisi arsip
dinamis
Entitas fisik

  1. Isi (content),

  2. Konteks (context),

  3. Struktur (structure)

3.Perhatian utama

terhadap manajemen

arsip dinamis

  • Records-centred,
    product-driven;

  • Mengandalkan arsip
    dinamis sebagai entitas
    fisik yang tangible,
    keberadaan fisik arsip
    dinamis serta arsip
    dinamis itu sendiri;

  • Fokus pada arsip dinamis

    kertas


  • Purpose-centred process& customer driven;

  • Fokusnya pada ciri arsip

    dinamis, proses tata
    arsip dinamis, perilaku
    dan keterkaitan arsip
    dinamis dalam
    lingkungan tertentu;

  • Dunia digital

4.Pola transfer arsip

dinamis

  • Pentahapan berdasarkan

    waktu: arsip dinamis
    berevolusi melalui
    berbagai tahap sampai
    akhirnya "mati" kecuali “arsip pilihan” yang
    reinkarnasi sebagai arsip
    statis (archives)

  • Urutan waktu: proses
    arsip dinamis terjadi
    dalam sequensi tertentu


  • Multi-dimensional: arsip
    dinamis ada dalam
    ruang-waktu BUKAN

    ruang dan waktu

  • Secara simultan: proses
    arsip dinamis dapat
    terjadi kapan saja pada
    keberadannya, atau
    bahkan mendahuluinya

5.Perspektif tata arsip
dinamis

  • Eksklusif

  • Single purpose

  • Memori Organisasi atau

    memori kolektif

  • Nilai guna kekinian dan

    nilai guna sejarah


  • Inklusif

  • Multiple purpose

  • Bisa memori organisasi

    dan memori kolektif

  • Bisa nilai guna current,

    regulatory
    , dan nilai

    guna sejarah sejak

    penciptaan arsip dinamis

    secara simultan BUKAN

    secara sequensial

6.Proses tata arsip dinamis · Ada berbagai tahapan
yang kentara sekali tata
arsip dinamis dan
menciptakan perbedaan
yang tajam antara tata
arsip dinamis dan tata
arsip statis
· Pengintegrasian tata
arsip dinamis dan proses
pengarsipan

(statis/archiving)
7.Kriteria seleksi arsip · Nilai guna kekinian

(currency) dan
kesejarahan
· Nilai guna yang
berkelanjutan yang

termasuk nilai guna
kekinian dan

kesejarahan
8.Waktu penilaian arsip · Pada ujung/akhir
perpindahan arsip
dinamis
· Dari permulaan sampai
akhir
9.Peran manajer arsiparis

  • Pasif dan reaktif

  • Terkungkung pada
    peranan sebagai
    penjaga dan strategi


  • Proaktif sebagai:

  • Pembuat keputusan tata
    arsip dinamis, standard
    setters

  • Perancang sistem tata
    arsip dinamis dan
    strategi implementasi,

  • Konsultan

  • Pendidik / trainer

  • Advokat

  • Auditor

10.Praktek aplikasi

manajemen arsip

dinamis

  • Segala sesuatu dilakukan

    dalam arsip dinamis
    dalam tahapan yang
    pasti, dalam urutan
    tertentu oleh
    sekelompok profesi
    tertentu

  • Records managers dan archivists tidak punya
    kewenangan dalam

    mengarahkan arsip
    dinamis apa yang
    diciptakan oleh
    organisasi pencipta,
    mereka hanya menerima objek fisik arsip sebagai
    hasil samping
    administrasi saja

  • Akuntabilitas pencipta,
    pengguna arsip dinamis, records managers serta archivists terfragmentasi dan

    terputus


  • Pengintegrasian proses
    bisnis dan proses tata
    arsip dinamis, tugastugas
    tersebut dapat
    terjadi pada hampir
    semua tahapan oleh
    sekelompok profesional
    apa saja

  • Manajer arsip dinamis
    memiliki akuntabilitas
    untuk menjamin tidak
    hanya dalam
    pemeliharaan arsip
    dinamis namun juga
    dalam penciptaan bukti tujuan serta fungsi organisasi

  • Kerangka kerja yang
    terintegrasi untuk
    mewujudkan
    akuntabilitas para
    pemeran dan kemitraan
    dengan stakeholders lainnya



Perbedaan dua konsep kearsipan di atas menunjukkan adanya kelebihan records continuum model
atas life cycle, khususnya kalau diterapkan pada arsip dinamis elektronik.

Fokus utama dalam records continuum model adalah adanya multi fungsi dari arsip dinamis, bukan fungsi itu sendiri (cf UU No 7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, yang membedakan fungsi arsip menjadi arsip dinamis dan statis ! ). Records continuum model bertujuan mengembangkan sistem tata arsip dinamis yang melakukan kegiatan capture, manage, and maintain records with sound evidential characteristics for as long as the records are of value to the organization, any successor, or society. It promotes the integration of recorkeeping into business systems and processes of organization
(Marshall 2000, 24).

Jadi, mekanisme records continuum model adalah pendekatan yang terintegrasi dalam mengelola arsip dinamis (records) dan arsip statis (archives). Records managers dan archivists, atau dalam konteks kita adalah arsiparis, menyatu dalam satu profesi dalam kerangka kerja tata arsip dinamis (recordkeeping)

untuk tujuan yang sama yakni menjamin keandalan, keotentikan, serta kelengkapan records. Di sini, kita perlu jeli membedakan antara manajemen arsip dinamis (records management), tata arsip dinamis(recordkeeping), serta sistem tata arsip dinamis (recordkeeping systems). Untuk memudahkan
pemahaman ini, bisa dilihat pada bukunya Pak Sulis (Sulistyo-Basuki, 2003).

Records continuum model memudahkan tata arsip dinamis yang berkelanjutan untuk menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan masa kini dengan masa yang akan datang, yang secara koheren berada dalam konteks yang jauh lebih dinamis dan berubah-ubah karena dipengaruhi oleh berbagai aspek hukum, politik, administrasi, sosial, perdagangan, teknologi, sejarah dan budaya yang kesemuanya itu bersifat lintas ruang-waktu (An, 14-15). Bila tata arsip dinamis diaplikasikan secara terintegrasi maka ia akan berfungsi sbb:
  1. Memfasilitasi tata kelola pemerintahan/korporasi;

  2. Menopang akuntabilitas;

  3. Membangun memori;

  4. Membangun identitas;

  5. Memberikan sumber daya informasi yang otoritatif dan bernilai tambah (McKemmish 1998, 4).

Pendekatan sistem berorientasi kontinyum pada manajemen arsip dinamis pada dasarnya mengubah peran tata arsip dinamis (recordkeeping). Kalau dalam manajemen arsip dinamis sebelumnya(life cycle) bersifat reaktif, yakni mengelola arsip dinamis setelah penciptaan arsip dinamis, sebaliknya dalam recordkeeping bersifat proaktif, yakni bermitra dengan stakeholders lainnya untuk menentukan arsip dinamis transaksi mana yang perlu dipertahankan, biasanya dengan mengimplementasikan sistem informasi bisnis yang dirancang dengan kemampuan built-in recordkeeping untuk melakukan capture arsip dinamis yang bernilai kebuktian pada saat penciptaan. Jadi, dalam records continuum model peranrecords manager memang agak kabur dengan IT specialist karena menekankan kemitraan denganstakeholders (operational managers, systems administrators, supervisors, dan desktop operators).

Sarana atau software yang built-in untuk meng-capture arsip dinamis yang bernilai kebuktian memang harus pertama kali dirancang dalam sistem bisnis tansaksi elektronik. Dengan metadata yang memadahi untuk menjamin bahwa arsip dinamis tersebut sudah akurat, komplit, andal, dan bisa digunakan, arsip-arsip dinamis ini memiliki atribut isi, konteks, dan struktur yang diperlukan untuk dijadikan sebagai bukti aktivitas bisnis/organisasi. Bahwa dalam ranah elektronik arsip dinamis elektronik harus disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama mempunyai maksud bahwa arsip-arsip dinamis elektronik tersebut nantinya dapat dimigrasi lintas sistem sebagaimana upgrade pada hardware dan software (Marshall 2000, 25).

Dalam model daur hidup arsip dinamis (life cycle of records) peran records managers dan archivists
dipisahkan. Hal ini akan mengakibatakan kesulitan tatkala dihadapkan pada pengelolaan arsip dinamis elektronik. Model daur hidup menganggap arsip dinamis elektronik sebatas sebagai arsip media baru atau arsip dinamis fisis layaknya film, rekaman suara, mikrofis. Pandangan daur hidup terhadap arsip dinamis elektronik sebagai media fisis ini berdampak cukup serius. Hal ini karena ciri volatility arsip dinamis elektronik ini betul-betul bertentangan dengan pendekatan ini. Arsip dinamis elektronik harus ditempatkan pada sistem hardware dan sofware yang sesuai dengan lingkungan “hidup” nya, sehingga tidak mewajibkan tempat simpan fisik model tradisional dalam daur hidupnya. Sepanjang aksesibilitas dan penggunaan arsip dinamis elektronik dapat dilakukan dalam sebuah jaringan (LAN, WAN, Intranet, bahkan internet), tempat simpan yang sebenarnya dari sistem yang menyimpan arsip dinamis elektronik tersebut menjadi tidak penting (Marshall 2000, 24).

Kesimpulannya, model records continuum menekankan adanya pengelolaan arsip dinamis dan statis menjadi satu kesatuan pengelolaan. Ini berarti bahwa records continuum model menekankan pada:
  1. Persamaan BUKAN perbedaan;

  2. Kualitas dan kuantitas BUKAN hanya kuantitas;

  3. Cara berpikir yang positif dan kohesif BUKAN terpisah dan pasif;

  4. Kerangka pembuatan keputusan yang terintegrasi BUKAN terfragmentasi

  5. Pengawasan pembuatan keputusan yang terintegrasi BUKAN terfragmentasi

  6. Memberikan kepuasan kepada user/clients dengan melakukan kolaborasi BUKAN duplikasi dan tumpang tindih;

  7. Pendekatan problem solving yang terintegrasi BUKAN terpisah. (An 2000, 1-15).

Referensi:

An, Xiaomi. (2001). A Chinese View of Records Continuum Methodology and Implications for Managing Electronic Records.

Kennedy, J., & Schauder, C. (1998). A Guide to Corporate Recordkeeping (2nd Edition ed.). South Melbourne: Longman.

Marshall, P. (2000, May). Life Cycle versus Continuum: What is the Difference? Informaa Quarterly , 16 (2), pp. 20-25.

McKemmish, S. (n.d.). Yesterday, Today and Tomorrow: A Continuum Responsibility. Akses 1 Maret, 2008, dari Records Continuum Research Group website:http://www.sims.monash.edu.au/rcrg/publications/recordscontinuum/smckp2.html

McKemmish, S., & Piggot, M. (Eds.). (1994). The Records Continuum: Ian Maclean and Australian Archives First Fifty Years. Sydney, Australia: Ancora Press.

Sulistyo-Basuki. (2003). Manajemen Arsip Dinamis: Pengantar Memahami dan Mengelola Informasi dan Dokumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suprayitno, dkk. (2003). Alih Media Dalam Bingkai Records Continuum Model: Analisis Terhadap Layanan
Informasi di KADEAP Sleman. Tugas Akhir Program Diploma Kearsipan. FIB UGM Yogyakarta.

Upward, F. (2000). Modelling the Continuum as Paradigm Shift in Recordkeeping and Archiving Process, and Beyond a Personal Reflection. Records Management Journal , 115-139.

Upward, F. (1996). Structuring the Records Continuum Part One: Post-Custodial Principles and Properties. Archives and Manuscripts , 24 (2), 268-285.

Upward, F. (1997). Structuring the Records Continuum Part Two: Structuration Theory and Recordkeeping. Archives and Manuscripts , 25 (1), 10-35.

Wickman, D. (1999). What's New? Functional Analysis in Life Cycle and Continuum Environment. Archives and Manuscripts , 26 (1), pp. 114-127.

No comments:

Total Pageviews