8/28/08

Teori Penilaian Arsip



Dalam bidang kearsipan, dikenal istilah daur hidup arsip dinamis (life cycle of records). Menurut model ini, arsip dinamis dianggap sebagai entitas fisik dan organik yang hidup, tumbuh dan terus berkembang seirama dengan tata kehidupan masyarakat maupun tata kelola pemerintahan. Dalam perundang-undangan kearsipan kita, Undang-Undang No 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan, dijelaskan bahwa fungsi arsip ada dua yakni arsip dinamis dan statis. Bila dikaji pembedaan fungsi arsip ini, tampak bahwa hal ini dipengaruhi oleh ide-ide kearsipan dari T.R. Schellenberg, pemikir ulung kearsipan dari Amerika, dengan modelnya yang terkenal, life cycle of records. Model ini menekankan penentuan nilai guna yang ada pada records, yakni nilai guna primer dan sekunder, dan nilai guna sekunder masih dibagi lagi menjadi nilai guna kebuktian dan informasional. Dalam metodologi ini, Schellenberg menekankan secara khusus akan tanggung jawab arsiparis untuk melakukan penilaian arsip dinamis yang bernilai sekunder, nilai guna riset, sehingga pembedaan antara arsip dinamis (records) dan arsip statis (archives) semakin jelas. Menurut Schellenberg (1956), archives adalah "those records of any public or private institution which are adjudged worthy of permanent preservation for reference and secondary pusposes". Bagi arsiparis, pencarian nilai guna riset merupakan kegiatan sentral dalam proses penilaian. Dalam artikel ini, akan saya ulas tentang penilaian arsip.


Penilaian merupakan suatu proses yang biasanya dilakukan oleh suatu anggota atau tim dari lembaga kearsipan (arsiparis) untuk menentukan arsip dinamis mana yang perlu disimpan dan berapa lama. Biasanya terlebih dahulu dibuatkan jadwal retensi arsip dinamis. Pembuatan jadwal retensi arsip dinamis memerlukan penalaran, visi yang luas, kajian mendalam atas berbagai nilai kegunaan arsip dinamis (Sulistyo Basuki, 2003: 310). Beberapa pertimbangan yang perlu diambil dalam penilaian antara lain, bagaimana memenuhi kebutuhan organisasi, bagaimana menopang syarat-syarat akuntabilitas organisasi (baik hukum, kelembagaan, maupun ditentukan oleh etika kearsipan), serta bagaimana memenuhi harapan-harapan masyarakat pengguna arsip.


Penilaian dianggap sebagai suatu fungsi kearsipan inti (di samping akuisisi, penataan dan deskripsi, preservasi, referensi, serta akses). The Society of American Archivists mendefinisikan penilaian sebagai berikut:



“In an archival context, appraisal is the process of determining whether records and other materials have permanent (archival) value. Appraisal may be done at the collection, creator, series, file, or item level. Appraisal can take place prior to donation and prior to physical transfer, at or after accessioning. The basis of appraisal decisions may include a number of factors, including the records' provenance and content, their authenticity and reliability, their order and completeness, their condition and costs to preserve them, and their intrinsic value. Appraisal often takes place within a larger institutional collecting policy and mission statement.”



Pemikiran Jenkinson dan Schellenberg


Teori dan praktek kearsipan tidak ada yang pakem serta standar yang sama dalam tiap-tiap negara. Kearsipan biasanya menubuh dalam konteks situasi sosial politik masing-masing negara. Sejak dipublikasikannya karya Trio Belanda, Muller, Feith dan Fruin pada tahun 1898, interpretasi makna archief menimbulkan perdebatan sampai sekarang. Di sebagain daratan eropa, makna arsip biasanya meliputi baik arsip dinamis maupun statis. Lain halnya di Amerika, di sana ada pembedaan antara arsip dinamis (records) dan arsip statis (archives). Perbedaan dua kultur ini selanjutnya menimbulkan perbedaan teori dan praktek kearsipan antara Eropa dan Amerika.


Sir Hilary Jenkinson, 1922


Sir Hilary Jenkinson pernah menjadi Deputy Keeper of the Public Record Office di Inggris selama awal abad XX. Karya beliau yang terkenal adalah bukunya yang berjudul Manual of Archive Administration. Dalam karyanya, Jenkinson mendefinisikan archives sebagai “documents which formed part of an official transaction and were preserved for official reference.” Menurut Jenkinson, pencipta arsip dinamis (records creator) bertanggung jawab untuk menentukan arsip dinamis mana yang seharusnya ditransfer ke arsip (depo arsip statis) untuk dipreservasi. Hal ini dikarenakan, menurut Jenkinson, arsip itu bersifat "impartial", tidak memihak, sehingga tugas menyeleksi arsip hanya masalah pemilihan dokumen-dokumen yang menggambarkan "apa yang telah terjadi", "what happened".


T. R. Schellenberg, 1956


Ide-ide T. R. Schellenberg dalam karyanya yang sangat terkenal, Modern Archives yang diterbitkan pada tahun 1956, dianggap sebagai antitesis pendekatan Jenkinson, khususnya dengan adanya konteks yang berbeda dengan kondisi sosial politik yang dialami Jenkinson. Schellenberg mengemukakan pendapatnya dalam kondisi Perang Dunia I dan II, yang pada waktu itu terjadi "mountain of paper records", menggunungya arsip-arsip kertas yang disimpan di arsip. Usaha Schellenberg pertama kali adalah bagaimana menentukan berbagai dokumen yang layak disimpan di arsip karena tidak mungkin menyimpan semua dokumen tersebut. Menurutnya harus ada seleksi untuk menilai dokumen-dokumen yang dikategorikan archives. Dalam bukunya, Schellenberg membagi nilai guna arsip dinamis menjadi dua, yakni nilai guna primer (nilai guna asli untuk unit pencipta untuk kebutuhan administratif, keuangan, dan operasional) dan nilai guna sekunder (nilai guna keberlanjutan setelah tidak dipergunakan oleh unit pencipta, nilai guna sekunder ditujukan untuk publik, di luar unit pencipta). Nilai guna sekunder masih dibagi lagi menjadi nilai guna kebuktian dan informasional. Beliau mendefinisikan nilai guna kebuktian bahwa "evidence records contain of the organization and functioning of the Government body that produced them," sementara nilai guna informasional adalah informasi yang ada pada arsip yang berisi tentang person, badan korporasi, berbagai hal, permasalahan, kondisi, dan semacamnya yang berkenaan dengan badan pemerintahan. Selanjutnya Schellenberg merinci cara menilai arsip yang didasarkan dua kategorisasi nilai guna tersebut seperti di bawah ini:


Menurut Schellenberg, nilai guna informasional didasarkan atas tiga kriteria:



  • Uniqueness: Informasi yang ada dalam arsip tidak ditemukan dalam rekaman informasi lainnya, sehingga bentuknya memang unik (misalnya, bukan hasil duplikasi),

  • Form: Seorang arsiparis haruslah mempertimbangkan bentuk informasinya (sejauh mana esensi tingkat informasinya tersirat) serta bentuk arsip itu sendiri (apakah ia dapat dengan mudah dibaca atau tidak oleh orang lain, misalnya arsip dalam bentuk punchcards, dan rekaman pita akan memerlukan alat bantu baca khusus), serta

  • Importance: Ketika melakukan penilaian, seorang arsiparis pertama kali harus mempertimbagkan kebutuhan pemerintah itu sendiri, lalu kebutuhan para sejarawan/peneliti, maupun genealogists.


Beberapa Model Pendekatan Penilaian Kontemporer


Penilaian Makro (Macro-appraisal)


Menurut Terry Cook, teori penilaian Amerika Utara bersifat tidak terrencana, taksonomis, random serta terfragmentasi, dan jarang mencerminkan konsep-konsep dinamika lembaga serta masyarakat yang mampu mengarahkan para arsiparis terhadap suatu model kerja yang memungkinkan mereka melakukan penilaian dalam skala yang lebih luas dari pengalaman manusia.


Model pendekatannya bersifat top-down, yang menekankan pada proses utama, bagaimana suatu fungsi tertentu itu dinyatakan dengan saling mengaitkan dengan struktur dan individu.


Model ini memerlukan suatu pendekatan yang logis, terrencana -- para arsiparis yang dilibatkan dalam penilaian perlu dibekali dengan suatu pemahaman terhadap pencipta arsip dinamis, tugas pokoknya dan fungsinya, strukturnya dan proses pembuatan keputusan, cara arsip dinamis tercipta, serta berbagai perubahan proses-proses ini sepanjang waktu.


Kelebihan proses ini adalah bersifat teoretis dan praktis. Teoretis maksudnya mengidentifikasi fungsi-fungsi yang penting dalam masyarakat yang sebaiknya didokumentasikan), sementara praktis dalam arti ada kemampuan untuk menitikberatkan kegiatan penilaian arsip terhadap yang paling potensial bernilai guna kearsipan).


Strategi Dokumentasi


Bila dikaitkan dengan tulisannya Helen Samuels, strategi dokumentasi bertujuan menjangkau lintas kerangka kerja kelembagaan ketika dilakukan penilaian berbagai koleksi. Dia mengatakan bahwa para arsiparis bersikap pasif, lebih menekankan pada kebutuhan para peneliti daripada memahami konteks dokumen itu sendiri. Hal ini menyebabkan suatu permasalahan yang tak berujung, karena para peneliti menyatakan bahwa kebutuhan mereka didasarkan pada konteks yang mereka deduksikan dari arsip, dan karena arsip sendiri membuat konteks artifisial yang didasarkan pada berbagai kebutuhan yang dinyatakan oleh para peneliti. “Archivists are challenged to select a lasting record,” Kata Samuels , “but they lack techniques to support this decision making” (1992). Samuels berpendapat bahwa di kala para arsiparis dituntut untuk tahu dan mengerti struktur birokrasi organisasi yang teramat kompleks, kini mereka harus mengerti berbagai struktur antara organisasi dan mengabaikan batas-batas kelembagaan.


Akan tetapi, tampaknya hal ini tidaklah mungkin; para arsiparis perlu mengkaji dokumentasi secara komprehensif. Oleh karena itu, strategi dokumentasi merupakan "suatu rencana yang dirumuskan untuk menjamin adanya dokumentasi dari sebuah issu yang sedang terjadi, aktivitas atau area geografis". Perkembangannya mencakup para pencipta arsip dinamis, arsiparis, dan pengguna, dan dilakukan melalui sebuah sistem pemahaman yang luas sepanjang daur hidup arsip dinamis.


Antara Dua Teori Penilaian Arsip: Cook dan Duranti


Terry Cook (1992) telah membuat sebuah kerangka konseptual berupa tools yang banyak digunakan para arsiparis dalam kegiatan penciptaan arsip dinamis. Tools ini membantu para arsiparis untuk menganalisis fungsi dan institusi publik dalam hal penilaian. Penilaian dilakukan untuk menentukan kegiatan institusi mana saja yang menciptakan arsip dinamis sehingga memberikan citra publik yang sebenarnya. Arsip-arsip dinamis tersebut selanjutnya dipreservasi/disimpan permanen di arsip untuk tujuan referensi generasi yang akan datang dengan sebuah citra publik tanpa harus dicitrakan oleh unit pencipta arsip tersebut. Cook “menggeser fokus penilaian dari arsip ke dalam konteks masyarakat ketika arsip tersebut tercipta" (hlm. 46). Dengan demikian, kegiatan penilaian terletak di luar dan melampaui insitusi-institusi masyarakat lembaga pencipta arsip.


Keberadaan arsip berfungsi untuk memberikan bukti kepada generasi yang akan datang mengenai gambaran masyarakat yang sebenarnya karena bukti tertulis berupa rekod merupakan kegiatan abadi berbagai lembaga masyarakat. Dengan menyediakan berbagai bukti bahwa kegiatan-kegiatan tersebut telah terjadi, arsip-arsip dinamis tersebut menciptakan sebuah citra (image) masyarakat yang permanen dan harus dipreservasi untuk generasi mendatang. Karena perkembangan mula-mula dan tujuan asli dari berbagai lembaga penulisan adalah untuk menata dan merekam kegiatan masyarakat, dan juga karena makna asli dari rekod/arsip dinamis/records adalah rekaman aktivitas masyarakat maka akumulasi dari keseluruhan badan arsip dinamis adalah untuk menyediakan suatu citra masyarakat yang sebenarnya sebagai suatu keseluruhan/totalitas. Oleh karena itu, berbagai aktivitas yang ditulis untuk digunakan sebagai bukti kejadiannya, menurut arsiparis tradisional, harus disimpan. Menurut teori kearsipan tradisional, definisi arsip statis (archives) adalah keseluruhan rekod/arsip dinamis/records dan harus dipreservasi sebagai suatu keseluruhan/satu kesatuan. Jenkinson (1984) menyarankan bahwa arsip statis merupakan keseluruhan dari arsip dinamis yang dihasilkan oleh kegiatan organisasi atau lembaga, dan bahwa peran arsiparis adalah memberikan keberlanjutan pemeliharaan arsip-arsip dinamis tersebut tanpa terputus (terhadap unit pencipta lainnya).


Cook (1992) menyikapi adanya peran tradisional para arsiparis, yakni tanggung jawab pemeliharaan (custody) terhadap keseluruhan tubuh arsip dinamis, karena adanya ciri ciri tata arsip dinamis sekarang ini (hlm. 40). Oleh karena itu, semakin banyak arsip dinamis yang tercipta, semakin tidak mungkin untuk menyimpan semua arsip-arsip dinamis dari berbagai fungsi dan struktur masyarakat, seperti yang dilakukan oleh arsip tradisional masa lalu. Menurut Cook, pendekatan preservasi dengan tujuan untuk sekedar menyimpan tubuh arsip-arsip dinamis tidaklah mungkin dilakukan pada era arsip dinamis elektronik sekarang ini (hlm. 3). Para arsiparis berada pada posisi untuk membuat keputusan nilai guna arsip dinamis karena dapat memutuskan merits saving. Menurut teorinya Cook, the role of the archivist is
not to impartially preserve of the whole of the records, but includes appraisal with the goal of

finding those “hot spots” where the image of society is the most “direct”
(Cook, p. 58).


Menurutnya, daripada menilai arsip dinamis itu sendiri, Cook (1992) menyarankan bahwa para arsiparis sebaiknya menilai konteks ketika arsip dinamis tersebut tercipta (hlm. 46). Arsip-arsip dinamis yang tercipta dalam konteks yang mencakup banyaknya unsur masyarakat dapat memberikan lebih banyak bukti dan suatu citra masyarakat yang lebih baik untuk generasi mendatang. Tujuannya adalah untuk menyimpan permanen berbagai citra karakteristik masyarakat yang paling penting, ...berbagai bentuk dan pola pengetahuan ala Taylor (Cook, hlm. 51). Arsiparis menganalisis fungsi-fungsi masyarakat untuk memperhitungkan bagaimana fungsi-fungsi ini dijalankan oleh struktur masyarakat. Cook menyebut pendekatannya penilaian-makro (macro-appraisal) karena fokus analisisnya ada pada masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan bukan pada arsip dinamis individual itu sendiri atau penilaian mikro (micro-appraisal).Dengan menekankan pada arsip dinamis itu sendiri, yakni atas dasar "materi", maka akan "terjadi kendala dalam realitas birokrasi modern" (Cook, hlm. 43).

Cook ingin para arsiparis menekankan pada "pikiran", "proses... yang digunakan oleh berbagai lembaga untuk mengartikulasikan...pikiran kolektifnya" (hlm. 42).


Dunia Platonis yang menyatukan pikiran dan materi ke dalam pikiran subjektif pencipta dan objek itu sendiri (materi)--dengan menekankan pada objek tersebut-- merupakan dikotominya Cartesian. Para filsuf postmodernis, seperti Foucault, menekankan ulang akan ilmu pengetahuan pada "pikiran di balik materi, kecerdasan di balik fakta, fungsi di balik struktur" (Cook, 1992, hlm. 44). Untuk menekankan pada pikiran daripada materi, para arsiparis mengutarakan pertanyaan: "Untuk apa adanya alasan dan ciri komunikasi antara rakyat dan pemerintah? Apa yang seharusnya didokumentasikan? Mengapa arsip-arsip dinamis tersebut tercipta pertama kali? Bagaimana digunakan oleh para pengguna aslinya? Fungsi-fungsi dan mandat apa saja yang mendukung mereka? Para pencipta arsip dinamis yang mana yang banyak memiliki kepentingan?" (Cook, hlm. 47). Cook ingin para arsiparis menganalisis "alasan-alasan dan ciri komunikasi antara rakyat dan pemerintah...[serta] fungsi-fungsi yang lebih luas dalam kegiatan perekaman ini dapat dilayani oleh pemerintah" (hlm. 47).


Pandangan Cook (1992) bukan berarti bahwa arsip melakukan preservasi citra masyarakat sebagai suatu snapshot dalam waktu, namun untuk mengakumulasikan lintas waktu, bukan dengan mempreservasi keseluruhan arsip dinamis, namun dengan suatu analisis fungsi suatu masyarakat dan lembaga yang menjalankan fungsi-fungsi ini. Analisis tersebut selanjutnya akan menunjukkan arsiparis akan berbagai pengungkapannya, interaksi beban informasi atau hubungan antara berbagai fungsi dan lembaga masyarakat, serta individu yang saling berhubungan. Citra masyarakat yang sebenarnya tercermin dalam berbagai aktivitas atau kontak antara lembaga (struktur), individu (warga negara/rakyat-client), dan tujuan (fungsi) institusi yang didesain untuk dipenuhi. Arsiparis tersebut menempatkan lembaga-lembaganya menurut kapasitasnya "untuk menciptakan arsipdinamis bernilai secara global bukan terkait langsung ... dengan arsip dinamis individual (Cook, hlm. 53) untuk "menumpulkan seri arsip dinamis terbaiknya" (hlm. 52).


Bagian kedua modelnya Cook meliputi interaksi warga negara-negara. Interseksi ini meliputi tiga dimensi--fungsi, struktur, klien. Fungsi meliputi mores, tradisi, tujuan, yang melekat dan dibangun oleh suatu masyarakat yang menandai satu budaya dengan lainnya. Ini merupakan sebuah konsep abstrak yang dibuat konkrit melalui berbagai struktur. Contohnya adalah properti/kepemilikian pribadi, pernikahan/perceraian, ibadah, dan perdagangan. Struktur adalah institusi sosial yang menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Struktur bisa berupa instansi pemerintah, universitas, rumah sakit, tempat ibadah, korporasi/bank, dan famili. "Struktur-struktur negara...mencerminkan fungsi kolektif masyarakat" (Cook, 1992, hlm. 50).


Para klien adalah warga negara, anggota, mahasiswa, pasien, pelanggan, individu, dan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, arsip dinamis merupakan hasil dari interaksi antara ketiga komponen ini yang merupakan bukti interaksi ini. Arsip dinamis diciptakan bersama-sama oleh lembaga pencipta yang didasarkan atas tujuan-tujuan (fungsi) yang telah ditetapkan oleh berbagai lembaga tersebut yang arsip dinamisnya dipakai oleh para klien/warga negara ini. Contohnya: seorang warga negara yang menemui pejabat pembuat akta tanah/notaris untuk keperluan pengurusan sertifikat tanah; seorang nasabah yang pergi ke bank untuk menabung di bank (klien/struktur/fungsi).


Cook (1992) menekankan pentingnya "ciri interaksi warga negara dengan fungsi-fungsi dan struktur masyarakat" (hlm. 5). Cook sangat tertarik dalam lingkungan dengan menunjukkan "masukan langsung warga negara terhadap lembaga/instansi dengan mengungkapkan opini dan emosi dalam bahasa bebas...khususnya dalam...lingkungan tempat warga negara tersebut berinteraksi secara sadar dengan lembaga tersebut (struktur) serta program (fungsi) dan mempunyai pengaruh dalam pembuatan keputusan" (hlm. 57). Cook menyebut interaksi ini dengan "dialektika" (hlm. 52) dan tertarik dengan anomali atau distorsi antara tujuan lembaga/instansi dan hasil yang sebenarnya. Dia mengatakan bahwa arsip dinamis berkas kasus (case file records) bisa saja memiliki "nilai guna permanen" untuk menekankan citra yang paling jelas terhadap dialektika ini, yang potensial akan menjadi aktual bila opini dan aktivitas warga negara tercermin secara jujur dan tidak berpretensi (Cook, hlm. 57).


Teori penilaian-makro mensyaratkan tiga faktor--struktur, fungsi, klien--dikombinasikan dalam interaksi warga negara-pemerintah sehingga interaksi tersebut mendokumentasi masyarakat (Cook, 1992, hlm.
57). Di sini tanpak sekali adanya citra masyarakat. Cook juga mengatakan bahwa tidak semua interaksi yang tercermin dalam berkas-berkas kasus individu memiliki arti dan bahwa yang biasa-biasa saja dan rutin mungkin tidak mengandung nilai guna permanen (hlm. 57). Adanya citra yang kurang jelas disebabkan adanya perbedaan antara tujuan dan hasil dari institusi/lembaga, atau ketika fungsi masyarakat tersebut sudah teratur, seperti Holocaust, maka berkas-berkas kasus itu dapat bernilai guna permanen, yang dengannya dapat dijamin bila arsip dinamis tersebut mengungkapkan adanya opini dan aktivitas warga negara secara apa adanya dan tanpa distorsi
(Cook, hlm. 57). Cook tidak mengatakan, namun mengasumsikan, bahwa tinggal subjektivitas para arsiparislash untuk menjamin bahwa "opini-opini dan aktivitas warga negara tersebut objektif tanpa distorsi"
(hlm. 57).


Cook melihat nilai guna permanen dalam interaksi warga negara-negara di mana suara warga negara dapat didengar melalui ungkapan-ungkapan opini dan emosi yang tidak disengaja dalam bentuk bahasa bebas (hlm. 57). Dalam analisisnya, dokumen-dokumen yang menunjukkan adanya ketegangan antara opini warga negara dan posisi "pejabat" berpotensi untuk bernilai guna permanen.


Duranti tidak setuju dengan pendapat Cook. Duranti (1994) mengatakan bahwa pemberian atribut nilai guna pada arsip dengan menggunakan isi dan konteks sebagai dasar penentuan akan merusak “netralitas procedural dan formal dari keseluruhan arsip” (hlm. 336). Dalam hal ini, imparsialitas dan otentisitas arsip menjadi rusak/korup. Duranti menerima definisinya Jenkinson tentang arsip statis (archives) yang memiliki empat ciri: imparsialitas (kebenarannya melekat), otentisitas (tanggung jawab pemeliharaannya tidak putus/unbroken curtody), natural (arsip berakumulasi secara alami), dan kesalingterkaitan/interrelationship (masing-masing dokumen bersidat unik dan terkait dengan dokumen lainnya (hlm. 334-335).
Menurut Duranti (1994), ide pemberian atribut nilai guna pada arsip sangat bertentangan dengan keempat ciri arsip yang dikemukakan di atas (hlm. 336). Pada saat melakukan penyeleksian, sebagaimana rutinitas praktek kearsipan, tetap mempertahankan keterkaitan keseluruhan dari tiap-tiap bagian arsip dengan menekankan pada arsip, sementara penentuan nilai guna pada arsip untuk menyusutkan beberapa arsip akan menyebabkan keterkaitan keseluruhan dari bagian-bagian arsip (hlm. 336). Seleksi dan pemberian atribut nilai guna arsip merupakan tindakan yang tidak sama; seleksi menekankan pada penyingkiran duplikat dan item-item semacamnya, sementara pemberian atribut nilai guna merupakan tindakan eliminasi item-item karena alasan-alasan yang lain.

Jenkinson juga menyatakan bahwa para arsiparis sebaiknya tidak merusak dokumen-dokumen yang mereka anggap tidak berguna karena akan menjadi suatu pembenaran pribadi dan harus tidak memihak/imparsial (Duranti, 1994, hlm. 337). Duranti mengikuti tradisi yang dikemukakan oleh Jenkinson bahwa tugas utama arsiparis adalah menyimpan/mempreservasi ciri kebuktian arsip, yang terkenal dengan “moral defense of the archives” (hlm. 337). Duranti melihat adanya suatu konflik kepentingan antara “pencipta nilai guna arsip…dan pelindung bukti yang “menjamin bahwa arsip tersebut…dipreservasi secara otentik…”’ (hlm. 342). Para arsiparis akan merusak tanggung jawab utamanya “bila mereka tidak mencoba mempreservasi integritas arsip masyarakat, dengan karakteristiknya yang terpadu, dan dengan demikian bersifat tidak memihak…dan seobjektif mungkin” (Duranti, hlm. 343).
Menurut Duranti, arsiparis bukanlah sebagai documenters, interpreters, atau penentu kebenaran perbuatan masyarakat (1994, hlm. 343) karena tanggung jawab arsiparis adalah “suatu tanggung jawab untuk generasi mendatang dengan membiarkan mereka…munjustifikasi…masyarakat dengan dasar dokumen-dokumen yang dihasilkannya” (hlm. 343). Oleh karena itu, bukti transaksi lisan, masih menurut Duranti, sebaiknya tidak disimpan pada arsip. Tansaksi lisan merupakan interpretasi dan bukan sebagai bukti (evidence), barangkali karena transaksi lisan itu tidak dalam bentuk asli, meskipun suaranya asli, dari para creator. Rekaman sejarah lisan telah diinterpretasi (diedit) oleh mereka yang melakukan perekaman. Lantas, siapakah para pencipta itu, mereka yang bicara atau yang sedang merekam?


Modelnya Cook kadang-kadang kedengarannya seperti suatu interpretasi, suatu “interpretasi” teori kearsipan postmodernist yang kadang-kadang revolusioner. Cook memberikan atribut nilai guna, dan oleh sebab itu nilai guna permanent pada interaksi warga Negara-negara di mana warga Negara tersebut mempengaruhi Negara, sehingga Negara memodifikasi, mengubah, atau membelokkan tujuannya (hlm. 55). Interpretasi ini tidak sesuai dengan teori kearsipan tradisional yang diikuti oleh Duranti yang tidak setuju adanya penilaian atas arsip (hlm. 344). Bila penilaian sama dengan pemberian nilai guna, maka penilaian arsip tidak mempunyai tempat dalam ilmu kearsipan “karena ide adanya nilai guna bertentangan dengan ciri arsip” (Duranti, hlm. 344).


Referensi



  • Boles, Frank. (2005). Selecting and Appraising Archives & Manuscripts. Ottawa: Society of American Archivists.

  • Cook, T. (1992). Mind Over Matter: Towards a New Theory of Archival Appraisal, dalam B.L. Craig (Ed), The Archivist Imagination: Essays in Honour of Hugh A Taylor (hlm. 38-70). Ottawa: Association of Canadian Archivists.

  • Cook, T. (2005). "Macroappraisal in Theory and Practice: Origins,
    Characterisrics, and Implementation in Canada, 1950-2000".
    Archival Science 5:2-4. hlm.101-61.

  • Duranti, L. (1994). "The Concept of Appraisal and Archival Theory". American Archivist, 57(2), 328-344.

  • Jenkinson, H. (1984). Reflections of an Archivist, dalam M. Daniels & T. Walch (Eds), A
    Modern Archives Reader: Basic Reading on Archival Theory and Practice
    (hlm. 15-21). Washington, D.C.: National Archives and Records Serrvice.

  • Mason, Karen M. "Fostering Diversity in Archival Collections: The Iowa Women’s Archives", Collection Management; 27 (2) 2002, hlm. 23-32.

  • Samuels, Helen. "Improving Our Disposition: Documentation Strategies, Archivaria 33 (Winter 1991-92): 125-40.

  • Schellenberg, T.R. (1956). Modern Archives: Principles and Techniques. Chicago: University of Chicago Press.

  • Sulistyo-Basuki. (2003). Manajemen Arsip Dinamis: Pengantar Memahami dan Mengelola Informasi dan Dokumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

  • Undang-undang No 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan.

     


     




 




2 comments:

Unknown said...

Skrg uu kearsipan sdh diperbarui di tahun 2009.

Suprayitno said...

Betul, UU Kearsipan yang baru nomor 43 tahun 2009. Tetapi, postingan ini dibuat tahun 2008 sehingga masih pakai referensi UU 7/1971. Terimakasih komentarnya.

Total Pageviews