10/23/09

Imagining Archives: Essays and Reflections by Hugh A. Taylor



Imagining Archives: Essays and Reflections by Hugh A.Taylor
Edited by Terry Cook and Gordon Dodds. Lanham,Md.& Oxford:Society
of American Archivists, Association of Canadian Archivists, & Scarecrow
Press,2003. vii, 254 pp.


Hugh Taylor, yang meninggal dunia tanggal 11 September 2005, semasa hidupnya bergelut dengan dunia kearsipan yang memulai karirnya di Inggris dan kemudian tinggal di Kanada yang mengantarkannya menjadi pemikir kearsipan ternama. Selama tahun 1951 sampai tahun 1982, beliau menjadi administrator arsip, lalu meluangkan waktunya selama sepuluh tahun untuk menjadi konsultan, khususnya mengajar kearsipan. .


Dalam buku ini, khususnya pada esainya yang berjudul “Information Ecology and the Archives of the 1980s,” , Taylor mengkritik apa yang Ia sebut sebagai “historical shunt” dalam profesi kearsipan (hlm. 93ff). Dalam hal ini, Taylor memang tidak bermaksud meminta arsiparis untuk mengabaikan maksud yang ada dalam makna atau informasi arsip dan harus mengutamakan struktur, konteks, dan bukti saja. Tetapi, ternyata kritikan Taylor justru jauh lebih sempit, yakni bahwa profesi arsiparis hanya menjadi pelayan para sejarawan akademik, bukannya menjangkau ilmu humaniora atau ilmu sosial. Akan tetapi, Taylor juga tidak begitu saja menolak manajemen arsip dinamis, ilmu informasi atau diplomatika sebagai konsepsi humaniora murni dari arsip. Menurut Taylor, tidak ada kontradiksi yang menyatakan bahwa arsiparis harus "mampu menjadi supervisor manajemen arsip dinamis dan statis, analisis bentuk-bentuk arsip dan manajemen informasi" (hlm. 98). Taylor memandang arsiparis sama halnya dengan mediator isi dan budaya dan sebagai master of process and context.


Semua essai Taylor dipresentasikan secara kronologis. Dialah yang sejak semula menggagas bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara arsip dinamis dan statis (hlm.100) oleh karenanya arsiparis perlu dilibatkan dalam penciptaan arsip dinamis (hlm. 96). Barangkali kalau dikaitkan dengan issu sekarang ini, gagasannya Taylor sejalan dengan konsep records continuum. Pada abad XX yang lalu, barangkali bagi sebagian besar arsiparis, konsep-konsep manajemen arsip dinamis yang agresif ini, tidak akan diterima kalau arsiparis memiliki hubungan yang dekat dengan profesi museum, galeri seni serta perpustakaan (hlm. 98), karena pada saat itu arsiparis diidentikkan dengan struktur dan konteks, sementara museum dan perpustakaan didentikkan dengan makna dan isi / muatannya.


Buku ini memang menarik untuk dijadikan sebagai khasanah teoretis kearsipan, namun bukan berarti tanpa kekurangan. Tidak adanya catatan editorial merupakan salah satu hal yang kita sayangkan.


Tentu saja, di samping ada kelemahan teknis, buku ini jauh lebih banyak manfaatnya. Taylor mampu memberikan rasa optimistik dalam dunia kearsipan. Meskipun beliau hidup dalam era yang belum computerised, namun beliau telah menanamkan gagasan-gagasan yang visioner. Ia mengatakan "arsiparis & pustakawan seperti sedang berenang untuk hidup di lautan simbol-simbol, dan hanya teknologi yang dapat dijadikan sebagai satu-satunya bantuan" (hlm. 178). Di sinilah letak visionernya Taylor."If we fail to use our imagination in what we do, then we will lose our sense of the full
magnitude and possibilities of our professional task. . . .”(hlm. 249)
. Itulah imajinasi Taylor...

No comments:

Total Pageviews