12/13/12

Membedah "Kitab Suci" Sang Arsiparis



Buku ini bagi saya pribadi merupakan buku yang sangat spesial, karena susahnya mengakses buku ini, baik secara fisik dalam bentuk buku utuh yang masih cling dari toko buku, maupun dalam bentuk kopian sekalipun ! Saya pernah nyari di Amazone Book Store Online juga gagal terus karena selalu out of stock. Selain itu, sudah hampir 4 tahun saya juga pernah berburu buku ini di berbagai tempat yang saya anggap layak untuk dicari juga hasilnya nihil. Mulai dari Perpustakaan Jurusan Kearsipan FIB UGM, Perpustakaan Pusat UGM, di Perpustakaan Universitas Indonesia (baik FIB maupun Pusat), di UNPAD Bandung, Unair Surabaya, dan bahkan di perpustakaan ANRI. Pakai jalur pribadi alias japri juga pernah saya lakukan, misal dengan Pak Sulistyo-Basuki. Dulu Pak Sulis pernah punya tapi lupa naruhnya karena lama sudah tidak mengajar di Kearsipan UI. So, hasilnya nihil juga. Begitu juga dengan teman-teman ANRI yang studi di Belanda. Terakhir pernah menghubungi Prof Charles Jeurgen yang asli Belanda, beliau sudah janjian dengan saya akan ngasih buku tersebut awal Desember 2012 sekalian mau ke Jakarta. Dan… alhamdulillah akhirnya saya dapatkan juga buku ini, Manual for the Arrangement and Description of Archives.

Buku ini sebenarnya versi terjemahan dari buku aslinya dalam Bahasa Belanda, Handleiding voor het Ordenen en Beschrijven van Archieven  yang dikarang oleh Trio Belanda: Muller, Fruin, dan Feith. Dalam versi elektronik, buku ini sudah didigitalkan oleh Google Archive dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Perancis dan Bahasa Jerman. Sayang sekali dalam versi Inggris belum ada, kecuali baru-baru ini saja (di penghujung tahun 2012), yang didigitalkan oleh HathiTrust. Mengapa buku ini penting bagi insan kearsipan? Buku karangan Trio Belanda ini merupakan "kitab suci" nya para arsiparis dan akademisi kearsipan di seluruh dunia karena ilmu kearsipan modern berpijak dari buku ini. Paling tidak, ada tiga buku yang menjadi landasan ilmu kearsipan saat ini, yang secara berurutan berdasarkan tahun terbitnya, yaitu buku karangan Trio Belanda itu sendiri (1898); bukunya Jenkinson, A Manual of Archive Administration (1922); dan buku karya T.R. Schellenberg, Modern Archives: Principles and Techniques (1956).

Sebenarnya, untuk memahami gagasan asli dari buku ini adalah harus mengetahui konteks kearsipan Belanda itu sendiri, atau tahu Bahasa Belanda beserta kultur kearsipan Belanda. Mengapa? Karena buku ini aslinya dalam Bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yang belum tentu pas dengan istilah aslinya. Misalnya dalam penerjemahan kata archief ke dalam Bahasa Inggris, oleh Leavitt sebagai penerjemah pertama ke dalam Bahasa Inggris menjadi archival collection yang ternyata oleh para akademisi kearsipan generasi selanjutnya mengalami berbagai kritik. Apalagi menerjemahkan dari hasil terjemahan, seperti dalam tulisan blog ini, hehehe..... sehingga para pembaca harap maklum bahwa tulisan ini merupakan hasil terjemahan saya pribadi yang belum tentu benar sesuai dengan istilah kearsipan yang diharapkan. Tapi tidak masalah, yang penting kita tahu maksudnya, apa sebenarnya isi buku ini.

Buku ini berisi 100 aturan tentang kearsipan (arsip statis) yang penjabarannya sebagai berikut.


Bab I: Asal-Usul dan Komposisi Depo Arsip
  1. Arsip (archief) adalah semua dokumen tertulis, gambar dan bahan cetak yang diterima atau dibuat secara resmi oleh badan administrasi atau oleh individu badan administrasi tersebut sepanjang dokumen tersebut dimaksudkan untuk tetap dalam kekuasaan badan administrasi atau individu badan administrasi tersebut (hlm. 13-18).
  2. Arsip adalah suatu keseluruhan/totalitas organik (hlm. 19-20).
  3. Kantor-kantor administrasi atau para personel dari badan-badan sipil swasta dapat juga menghasilkan suatu arsip (hlm. 20).
  4. Sebaiknya perlu dibedakan secara tegas antara arsip dan isi suatu depo arsip sebagai suatu keseluruhan. Dalam suatu depo arsip, orang dapat menemukan enam jenis arsip: (1) arsip badan administrasi yang disimpan di depo arsip; (2) arsip kepanitiaan atau arsip-arsip perorangan dari badan tersebut; (3) arsip-arsip dewan dan person yang hak dan fungsinya telah diserahkan ke badan tersebut; (4) arsip-arsip dewan dan person yang oleh badan tersebut harus melakukan pengawasan dan koleksinya telah disimpannya di dalam depositori tersebut; (5) arsip yang telah disimpan di dalam depo arsip menurut ketentuan administrasi; (6) arsip yang telah diterima sebagai suatu pinjaman, dengan hadiah atau dengan pembelian (hlm. 20-22).

  5. Terhadap arsip suatu badan administrasi (baik berupa suatu dewan atau person) dalam suatu depo arsip sebaiknya ditambahkan arsip badan tersebut (dewan atau person) yang hak dan fungsinya telah diserahkan kepadanya" (hlm. 22-25).
  6. Arsip badan-badan administrasi (baik dewan maupun person) yang hak-haknya, setelah tahun 1798, pindah ke Negara sebaiknya ditempatkan di dalam lembaga kearsipan Negara di ibukota provins (hlm. 25-29).
  7. Lembaga kearsipan Negara yang lama dalam suatu provinsi (sebagaimana juga suatu lembaga kearsipan kota terdiri dari: (1) arsip badan-badan administrasi provinsi atau departemen (atau kota) yang lama; (2) arsip badan administrasi provinsi (atau kota) yang sekarang, sepanjang telah diserahkan kepadanya; (3) arsip badan-badan administrasi (dewan atau person) yang hak dan fungsinya pindah ke badan-badan provinsi atau departemen (atau kota) sebelumnya; (4) arsip dewan dan person yang awalnya berfungsi di wilayah provinsi sekarang ini yang telah ditempatkan dalam depo arsip karena alasan ketentuan administrasi (hlm. 29-33).
  8. Berbagai jenis arsip yang ditempatkan di suatu depo arsip harus dipisahkan secara hati-hati. Kalau ada beberapa salinan dokumen, sebaiknya dikaji terlebih dahulu untuk mengetahui keterkaitan dengan arsip yang sesuai (hlm. 33-35).
  9. Bila tidak ada kejelasan informasi yang ada pada inventaris, tanda-tanda eksternal, atau sarana lainnya mengenai arsip apa yang dimilikinya, isi dokumen harus bisa menentukannya. Bila muncul dari isinya bahwa dokumen tersebut milik dari satu atau dua atau lebih koleksi, sebaiknya ditempatkan pada salah satu dari mereka dengan menandai tunjuk silang ke koleksi lainnya (hlm. 35-36).
  10. Ketika suatu arsip sudah lengkap, sebaiknya tidak didistribusikan antara dua atau lebih depo arsip lainnya (hlm. 36-38).
  11. Bila dapat dilakukan tanpa banyak kesulitan, diharapkan untuk  merekonstruksi ulang arsip yang telah dipecah/dipisah (hlm. 38-41).
  12. Bila sulit untuk menyusun kembali arsip yang terpisah, di manapun dapat disimpan, sebaiknya tetap dijelaskan oleh pejabat dengan suatu inventaris arsip, dengan menyebutkan tempat arsip tersebut disimpan (hlm. 41-43).
  13. Arsip yang karena keadaan khusus berasal dari awal ditempatkan di luar penyimpanan dapat ditransfer secara keseluruhan (hlm. 43-44)
  14. Sangat diharapkan bahwa arsip yang terkandung dalam depo arsip dapat ditambahkan secara bertahap dari unit pencipta. Sebagai dasar untuk divisi, orang harus menerima prinsip bahwa dokumen-dokumen dari cabang administrasi yang diberikan harus ditransfer pada saat terjadi perubahan administrasi terakhir yang penting. Bila perubahan tersebut tidak terjadi selama dua puluh lima tahun, dokumen yang lebih tua sebaiknya ditransfer ke depo arsip (hlm. 44-47).
    Bab II: Penataan Arsip Statis
  15. Sebaiknya arsip ditata secara sistematis (hlm. 48-52).
  16. Sistem penataan arsip harus didasarkan pada organisasi asli pencipta arsip (hlm. 52-59).
  17. Oleh karena itu, prinsip aturan asli harus dibangun pertama kali ketika menata arsip (hlm. 59-62).
  18. Penataan asli suatu arsip dapat dimodifikasi untuk memperbaiki kekeliruan dalam struktur koleksi pada umumnya, baik kekeliruan yang berasal dari para administrator maupun karena akibat suatu perubahan sistem preservasi arsipnya (hlm. 62-64).
  19. Dalam penataan koleksi arsip, kepentingan penelitian sejarah sebaiknya menjadi prioritas yang kedua (hlm. 65-66).
  20. Dalam menata suatu koleksi arsip harus dicamkan bahwa dokumen yang berisi prosiding badan administrasi atau personal yang bertindak di dalamnya untuk disimpan dalam satu koleksi (hlm. 66-72).
  21. Untuk menentukan tempat kedudukan dalam suatu koleksi bukan berdasarkan subjek suatu dokumen melainkan tujuannya (hlm. 72-73).
  22. Bila tidak ada jilidannya, berkas atau bundel dapat dipecah sepanjang maksud yang menyebabkab keberadaannya tidak diketahui (hlm. 73-75).
  23. Putusnya bundel dokumen yang lepas yang kemudian disatukan oleh administrator arsip bila perlu diperbolehkan. Namun bila kompilasi yang dicari itu sering digunakan oleh administrasi sendiri atau oleh para peneliti, dan sering disitir secara keseluruhan, deskripsi terpisah pada masing-masing dokumen dapat ditambahkan pada poin inventaris yang dimilikinya (p. 75-77).
  24. Bila suatu koleksi arsip ditata menurut sistem yang dibuat oleh administror selanjutnya dan tidak sesuai dengan syarat-syarat doktrin arsip modern, disarankan dalam menyiapkan inventaris baru, untuk tidak melanjutkan dengan penataan baru dan memutus bundel arsip yang barangkali menyertainya sampai inventaris baru benar-benar dibuat. Bahkan kemudian penting untuk menyimpan inventaris penataan sebelumnya pada masing-masing item di dalamnya untuk merujuk pada nomornya dalam inventaris yang baru (hlm. 77-78).
  25. Penyusunan kembali eries arsip yang pertama-tama ada dalam penataan koleksi arsip (resolusi, surat, protokol, rekening, tanda terima, dll) mengindikasikan jalur utama mengapa dokumen lepas itu perlu digabung dalam suatu penataan (hlm. 78-79).
  26. Dokumen lepas yang secara internal atau eksternal mengindikasikan dimiliki oleh bagian series atau dosir sebelumnya, bila memungkinkan harus digabung ke dalam series atau dosir (hlm. 79-84).
  27. Ketika penataan lama terhadap dokumen-dokumen lepas tidak diketahui, permasalahan bagaimana sebaiknya masing-masing dokumen itu ditata tergantung pada kondisi tertentu dari koleksi arsipnya, khususnya kelengkapannya. Dalam hal ini, kompromi kadang-kadang menjadi solusi terbaik (hlm. 84-86).
  28. Dalam penataan dokumen lepas yang tidak diketahui sebaiknya mengadopsi divisi utama, namun hanya yang miriplah yang dapat dikelompokkan ke dalam suatu series atau berkas yang ada di antara berkas yang lama (hlm. 86-89).
  29. Sebagai aturan, seseorang sebaiknya tidak memasukkan draft dan salinan dokumen atau yang aslinya dan transkrip mirip dokumen ke dalam series yang sama (hlm. 89-91).
  30. Dokumen yang secara tegas disebutkan dalam resolusi dapat digabung ke dalam suatu series lampiran berikutnya, asalkan dosirnya disimpan secara terpisah (hlm. 91).
  31. Dokumen-dokumen yang awalnya tidak disatukan bersama hanya dapat digabung ke dalam satu judul (heading), bila : (a) secara keseluruhan sifatnya sama; (b) tidak begitu penting untuk dideskripsikan secara terpisah (hlm. 91-93).
  32. Dapat diasumsikan bahwa suatu series dokumen masuk tidak dimulai sebelum series resolusinya, begitu juga suatu series bukti penerimaan tidak dimulai sebelum adanya series rekening, yang mana mereka saling memiliki. Oleh karena itu, disarankan untuk tidak menggabungkan dokumen-dokumen ini dalam suatu series tetapi untuk menjelaskan masing-masing secara terpisah maupun mengelompokkannya dalam bundel arsip (hlm. 93-95).
  33. Instrumen formal asli, entah itu rusak atau bahkan potongan-potongan dokumen, sebaiknya jangan dirusak, bahkan ada dalam bentuk duplikat, konfirmasi (vidimuses), atau salinan otentik (hlm. 95-96).
  34. Bila bentuk aslinya suatu dokumen dalam kondisi baik, salinan lepas (bukan vidimuse) milik suatu dosir atau series dan tidak punya nilai guna paleografi dapat dimusnahkan (hlm. 96-97).
  35. Disarankan untuk melengkapi koleksi arsip dengan dokumen-dokumen yang hilang; oleh karena itu, sebaiknya dibuatkan daftar pencarian arsip untuk menelusurinya, atau bila tidak ada, sedapat mungkin untuk memperoleh transkrip asli atau salinannya (p. 97-98).
  36. Dokumen yang setelah pernah tidak kembali lagi dari koleksi arsip lalu dikembalikan lagi ke depo arsip karena dulunya diperoleh dengan  cara pembelian atau hadiah dapat dikembalikan lagi ke tempat semula di depo arsip bila benar-benar jelas bahwa dokumen tersebut berasal dari koleksi arsip sebelumnya (hlm. 98-99).


    Bab
    III: Deskripsi Arsip Statis
  37. Dalam pendeskripsian arsip statis, hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa inventaris sebaiknya berfungsi utama seperti sebuah panduan/guide; Oleh karena itu sebaiknya diberi suatu uraian daftar isi koleksi dan bukan uraian daftar isi dokumen  (hlm. 100-101).
  38. Sebelum dapat mendeskripsikan secara tepat suatu bundel arsip, kita harus memiliki konsepsi yang jelas terhadap ide/gagasan yang dominan yang memimpin pembentukan/penataannya (hlm. 101-104).
  39. Dalam mendeskripsikan suatu arsip kita sebaiknya memperhatikan bahwa dokumen-dokumen yang lebih lama lebih diutamakan daripada dokumen yang baru. Hal ini merupakan konsekuensi yang diinginkan untuk masuk ke dalam pendeskripsian yang lebih detail terhadap dokumen sebelumnya.  Pembedaan perlakuan ini karena mengadopsi aturan yang ditetapkan dalam divisi dan untuk menyebutkannya dalam kata pengantar inventaris (hlm. 104-106).
  40. Sebaiknya kita menghindari tabulasi dalam suatu inventaris (hlm. 106-108).
  41. Sebaiknya pertama kali kita mendeskripsikan series dan setelah itu baru dokumen yang lepas (hlm. 108).
  42. Series tidak boleh dideskripsikan dokumen demi dokumen, tetapi di bawah nomor tunggal. Bila komposisi suatu series dimodifikasi dalam perjalanan tahun, variasi subdivisi boleh dibentuk (hlm. 108-110).
  43. Penanggalan suatu arsip tergantung pada saat diterima atau diciptakan oleh unit pencipta arsipnya. Bila penataan menurut prinsip ini menimbulkan miskonsepsi, tanggal penciptaan dan penerimaan sebaiknya dicantumkan kedua-duanya. Untuk series rekening sebaiknya dibuat pengecualian. Series rekening sebaiknya penaggalannya tidak menurut waktu ketika diaudit, tetapi menurut jangka waktu periodenya (hlm. 111-114).
  44. Ketika seseorang menemukan dokumen dalam suatu dosir, baik asli atau salinan, yang tanggalnya lebih awal daripada materinya yang saling terkait (retroacta), sebaiknya dianggap sebagai lampiran. Dokumen tersebut tidak mungkin berpengaruh terhadapi tanggal yang akan diberikan kepada dokumen dalam inventaris, akan lebih berpengaruh bila susunan dokumen dalam berkas tersebut disusun secara kronologis (hlm. 114-115).
  45. Daftar isi suatu berkas tunggal sebaiknya diberikan hanya ketika isinya terdiri atas dokumen yang tidak sama baik dalam bentuk dan materi subjeknya, yang mana ada waktu yang memungkinkan setelah dokumen itu muncul entah disatukan sebagai satu unit dalam bentuk aslinya atau disalin ke dalam suatu berkas (hlm. 115-116).
  46. Instrumen formal asli, sebagai suatu aturan, sebaiknya dideskripsikan secara terpisah, jika jika tampak bahwa dokumen tersebut dulunya bagian dari suatu series atau dosir (hlm. 116-117).
  47. Dokumen-dokumen piagam (charters) terpaku yang sudah ada dalam koleksi arsip hanya karena alasan dokumen yang terakhir (satu-satunya) sebaiknya diberi tempat yang utama dalam deksripsinya. Di sisi lain, transfixes yang dilampirkan pada perode berikutnya ke dalam dokumen yang sudah disimpan di dalam koleksi arsip pada waktu sebelumnya sebaiknya tidak menempati tempat yang utama (hlm. 118-119).
  48. Tiap-tiap item inventaris sebaiknya meliputi : a) judul lama itemnya (kalau ada); b) deskripsi umum tentang isinya; c) tahun dari beberapa tahun dokumen tersebut bentangi; d) pernyataan apakah item tersebut terdiri atas satu atau lebih berkas, paket, amplop, dokumen atau piagam (charter); e) pernyataan dokumen tambahan yang ditemukan di bawah item meskipun tidak terkait dengan isi di atasnya. Pernyataan selanjutnya mengenai isi atau bentuk yang dapat dibuat dalam catatan (hlm. 120-123).
  49. Dalam menyusun inventaris suatu arsip, direkomendasikan bahwa deskripsi series, dosir, dokumen formal, naskah, dll ditempatkan pada kertas terpisah yang berukuran seragam dengan nomor sementaranya juga ditempatkan pada dokumen (hlm. 124).
    Bab IV: Susunan Inventaris
  50. Inventaris arsip utamanya harus disusun secara sesuai dengan organisasi asli koleksi  (hlm. 125-127).
  51. Di dalam arsip milik badan-badan administrasi publik, pemisahan ke dalam divisi-divisi kronologis umumnya diperlukan; dengan setiap perubahan penting dalam organisasi badan administrasi seseorang sebaiknya memulai sebuah divisi baru inventaris (hlm. 127).
  52. Arsip milik badan administrasi independen sebagai suatu aturan sebaiknya ditata dan dideskripsikan secara terpisah, bahkan jika hak dan fungsi badan tersebut nantinya diteruskan ke badan lainnya (hlm. 130-132).
  53. Bila hak-hak dan fungsi-fungsi suatu badan administrasi telah pindah ke badan lainnya karena alasan untuk memperluas kegiatan tupoksi badan/organisasi yang baru, arsip milik organisasi yang dihapuskan dapat dideskripsikan dalam inventaris yang sama. Koleksi arsip ini sebaiknya, dimasukkan dalam tempat logisnya pada urutan inventaris, dan bukan pada saat ketika terjadi ke dalam koleksi utama (hlm. 133-135).
  54. Arsip komite/panitia dan pejabat dimiliki dalam koleksi arsip badan administrasinya dengan tugas danfungsi yang mereka miliki (hlm. 135-137).
  55. Kepanitiaan/komite yang telah meninggalkan resolusi (notula) yang menciptakan koleksi arsip miliknya, sebaiknya koleksinya tetap independen. Kalau tidak meninggalkan resolusi (notula) sebaiknya dianggap sebagai dosir yang membentuk bagian koleksi arsip dewan yang membawa komite tersebut berada secara temporer (hlm. 137-139).
  56. Koleksi arsip sebaiknya dibagi ke dalam seksi-seksi yang sejenis menurut kritesia yang seragam. Dokumen-dokumen yang cirinya umum sebaiknya disatukan dalam seksi pertama, setelah itu baru dokumen yang cirinya khusus ditempatkan dalam seksi yang berbeda (hlm. 140-142).
  57. Di dalam semua inventaris koleksi arsip yang sama, urutan yang sama sebaiknya diikuti untuk divisi utama (hlm. 143).
  58. Buku, dokumen lepas, piagam dan peta sebaiknya ditempatkan dalam suatu series tunggal, bukan dalam seksi terpisah menurut bentuk eksternalnya (hlm. 143-144).
  59. Judul akta kepemilikan barang tetap (real estate) sebaiknya dibagi ke dalam divisi utama geografis menurut lokalitas, jalan, dsb., tempat properti tersebut berada. Namun, ketika muncul bahwa properti tersebut didistribusikan atas distrik/wilayah yang berbeda (wilayah hukum person yang bertanggung jawab), distribusi ini sebaiknya juga diterapkan pada judul akta propertinya (hlm. 145-156).
  60. Dokumen yang berkaitan dengan pensiun hidup, hadiah, dan warisan kepemilikan pribadi sebaiknya ditata secara alfabetis menurut nama penerima manfaat, donor, dan pembuat wasiat (hlm. 146).
  61. Pada tajuk masing-masing divisi utama inventaris kita sebaiknya menempatkan catatan yang menjelaskan secara singkat sejarah dan fungsi dewan atau pejabat siapa devisi ini berasal (hlm. 147-148).
  62. Tiap-tiap item inventaris sebaiknya diberi nomor urut. Untuk menunjukkan urutan deskripsi isi dari item, surat-surat yang berturut-turut sebaiknya digunakan dalam inventaris sehingga perbedaan antara dua penomoran dapat betul-betul jelas (hlm. 148-151).
  63. Salinan-salinan modern sebaiknya tidak dimasukkan dalam inventaris; pada dasarnya, hal ini salah untuk mengisi kekosongan dalam suatu koleksi arsip/ bila kehilangan dokumen resmi, bagaimanapun juga, disebutkan dalam inventaris yang lama.sedemikian rupa sehingga keberadaan pertamanya dalam koleksi diragukan lagi, seseorang dapat menyebutkan lagi dalam catataninventaris atau dalam kalender (hlm. 150-151).
  64. Inventaris sebaiknya diberi indeks. Kita harus mempertimbangkan: a) indeks nama orang; b) indeks nama tempat (hlm. 152).
  65. Harus dipertegas adanya perbedaan antara arsip dan naskah (manuskrip). Manuskrip meliputi kompilasi hukum, deskripsi kota, bunga rampai, dokumen resmi, peta, dan lain-lain yang dimiliki individu pribadi (hlm. 152-154).
  66. Dokumen yang bukan milik koleksi arsip harus dipisahkan. Dokumen tersebut sebaiknyadiserahkan ke koleksi arsip lainnya atau ke perpustakaan yang berhak. Bisa juga ditempatkan di dalam seksi yang terpisah pada akhir inventaris koleksi arsip tempat mereka disimpan. Darinya lalu terbentuk dalam sebuah depo arsip tersebut, sebuah perpustakaan untuk tujuan sejarah, topografi, statistik dan penelitian (hlm. 154-156).
  67. Penyimpanan arsip semuanya bebas dari penataan dan penginventarisannya. Sedangkan organisasi lama sebaiknya diikuti dalam penataan inventaris, seseorang sepenuhnya bebas dalam memberkaskan dokumennya. Dalam hal ini, konsen untuk preservasi arsip harus diputuskan (hlm. 156-158).
  68. Dokumen-dokumen formal dan peta dalam sebuah dosir dapat ditarik darinya dan disimpan secara terpisah untuk tujuan preservasi yang lebih baik, asalkan ada suatu keterangan bahwa aslinya telah dipindahkan dan disimpan di tempat lain (hlm. 158-159).

  69. Hal ini untuk direkomendasikan bahwa naskah masing-masing, amplop dari dokumen resmi, series dan dosir akan disediakan dengan alamat surat yang berisi deskripsi dokumen yang ada dalam inventaris atau dalam kalender dan tempat yang dokumen tersebut tempati dalam depo arsip (hlm. 159).
    Bab V: Arah Deskripsi Arsip Selanjutnya
  70. Faktor penentu kedudukaan deskripsi arsip dalam inventaris adalah sifat koleksi arsip terkait dengan bagian lain dalam inventaris, bukan karena hal itu diambil alih melalui badan administrasi tertentu  (hlm. 160-162).
  71. Deskripsi item-item dalam inventaris sebaiknya nantinya ditambahkan dengan indeks ke berbagai register, dan khususnya ke series resolusi. Jadi tidak perlu untuk mencetaknya (hlm. 163).
  72. Karena pentingnya pengecualian beberapa bagian koleksi arsip, kemungkinan diinginkan untuk membuat kalender isinya. Kalender ini sebaiknya nantinya diterbitkan secara terpisah atau bagi koleksi arsip yang kecil dapat dicetak sebagai lampiran pada akhir halaman inventaris (hlm. 163-165).
  73. Kalender koleksi arsip atau bagian dari koleksi secara kronologis ditata, daftar isi semua dokumen resmi ada dalam asli atau transkrip dalam koleksi itu atau bagian dari koleksi tersebut (hlm. 165-168). 
  74. Dalam mengkompilasi kalender dokumen asli suatu koleksi harus meliputi: a) semua dokumen formal asli baik dalam bentuk perkamen maupun kertas; b) semua dokumen yang ditranskrip dalam kartulari; c) dokumen-dokumen lepas, bila transkripnya ada dalam kartulari, atau bila sifatnya sama seperti dokumen dalam kartulari, atau bila ditulis di atas perkamen; d) dokumen resmi yang terekam dalam register atau yang ditambahkan dalam dokumen resmi lainnya, atau secara umum yang berada dalam transkrip (hlm. 168-172).
  75. Bila diinginkan, kita dapat mengkompilasi dalam bentuk kalender, secara keseluruhan atau sebagian, isi surat dan dokumen tunggal lainnya yang ditemukan baik dalam bentuk asli atau dalam bentuk transkrip dalam koleksi arsip (hlm. 172-173).
  76. Perlu dicamkan bahwa sebuah kalender berbeda dengan sebuah inventaris; perbedaan ini tampak jelas dari pendeskripsian dokumen. Dalam sebuah kalender deskripsi sebaiknya menyebutkan tindakan yang mana yang direkam dalam dokumen yang dideskripsikan; dalam sebuah inventaris sifat dokumen adalah hal yang terpenting (hlm. 173-175).
  77. Deskripsi dokumen dalam kalender harus lebih detail daripada dalam inventaris (hlm. 175-176).
  78. Nama diri dalam kalender harus diberikan pengejaan aslinya. gelar sebaiknya diberikan secara keseluruhan, kecuali para penguasa yang berdaulat, di mana gelar utamanya sudah cukup (hlm. 176-177).
  79. Dalam sebuah kalender harus muncul dalam setiap tahunnya: 1) tanggal dokumen resmi menurut gaya lama dan baru. Untuk dokumen yang tanggalnya salah harus diberikan seakurat mungkin tanggalnya untuk alasan kepentingannya; 2) tempat surat tersebut dikeluarkan. Tidaklah perlu untuk memasukkan semua formularium awal dan akhir; 3) pencacahan segel yang ada; 4) pernyataan ciri dokumen (asli atau salinan, perkamen atau kertas); 5) pernyataan berkenaan dengan transfiks yang sekarang atau dulunya dilampirkan ke dalam dokumen (hlm. 178-180).
  80. Bila dokumen resmi tidak ada lagi aslinya, kecuali hanya dalam transkrip dalam naskah/manuskrip yang dipunyai koleksi arsip, deksripsi dokumen-dokumen ini sebaiknya dimasukkan dalam kalender, sementara dalam inventaris hanya naskah/manuskrip itu sendiri yang perlu disebut  (hlm. 180).
  81. Kalender sebaiknya diberi indeks, yaitu (a) indeks nama pribadi, dan (b) indeks nama tempat. Indeks segel juga dapat diberikan bila diinginkan (hlm. 181).
  82. Dalam menyiapkan indeks alfabetis nama orang, yang sebaiknya menyertai kalendernya, harus memperhatikan hal-hal berikut: (a) nama pribadi sebaiknya dipilih secara alfabet menurut nama keluarga, atau bila tidak ada menurut gelar, atau bila juga tidakada menurut nama yang diberikan; (b) nama keluarga Belanda sebaiknya diurutkan secara alfabetis fonetik menurut pengucapannya;huruf yang tidak diucapkan dianggap tidak ditulis; (c) nama keluarga asing sebaiknya diurutkan secara alfabet menurut pengejaan aslinya bila diketahui dengan pasti; (d)  nama yang sudah diketahui sebaiknya diurutkan secara alfebetis menurut pengucapan yang umum dalam kalender, dengan penyisihan karena untuk aturan yang di sebutkan di bawah  huruf (b); (e) nama keluarga dan nama-nama tertentu yang asalnya sama sebaiknya ditempatkan bersama dalam indeksnya  (hlm. 182-186).
  83. Diharapkan arsiparis memberi tahu dokumen yang paling penting dalam koleksinya. Arsiparis tidak harus, bagaimanapun, menerbitkan dokumen pertama yang datang ke tangannya dalam pemilahannya dan tampak penting. Diharapkan untuk pertama kalinya mendapatkan suatu pandangan umum koleksi dan untuk menentukan dokumen mana yang sebaiknya dianggap yang pertama untuk dipublikasikan, dan khususnya apakah iya atau tidak dokumen yang menarik perhatian itu  milik series berkas mana sejumlah dokumen harus dipublikasikan pada waktu yang sama. Dalam koleksi arsip kecil, bahkan diinginkan untuk melengkapi inventaris sebelum memiliki satu dokumen yang dicetak. Ini bukan tempat, namun, untuk membahas penerbitan dokumen arsip. kita harus mengikuti aturan yang ditetapkan oleh Asosiasi Sejarah [di Utrecht], baik untuk publikasi dokumen tentang sejarah Abad Pertengahan dan yang terkait dengan sejarah yang lebih baru (hlm. 186-189). Bab VI: Tentang Penggunaan Konvensional Istilah-Istilah dan Tanda-Tanda Tertentu
  84. Demi kejelasan diharapkan selalu menggunakan terminologi yang sama dalam berbagai inventaris. Selain itu juga diinginkan adanya keseragaman dalam inventaris (hlm. 190-192).
  85. Sehubungan dengan buku (volume), kita harus membedakan antara register, protokol, dan dokumen terikat. Dokumen terikat terjadi secara bersama-sama mengikat dokumen lepas, sedangkan dalam kasus protokol dan register isinya dimasukkan hanya setelah bukunya sudah terikat. Protokol berisi draft sendiri, register berisi transkrip "(hlm. 192-193).
  86. Orang harus membedakan antara dokumen dan bundel dokumen. Sebuah dosir dibentuk sedangkan koleksi arsip masih organisme hidup, bundel dibentuk oleh administrator berikutnya setelah koleksi berhenti menjadi organisme hidup (hlm. 193-195).
  87. Dalam laporan isi suatu buku pembedaan harus dibuat antara tabel, indeks dan repertoar. Sebuah tabel diatur sedemikian rupa sehingga indikasi dari isi memiliki urutan yang sama dengan bukunya sendiri; indeks dan tempat perbendaharaan (repertoar) isi suatu buku di bawah berbagai judul sesuai dengan karakter mereka, apa pun mungkin cara di mana judulnya diatur. Perbedaan antara indeks dan repertoar adalah bahwa kalau repertoar memberikan ringkasan singkat dari setiap item dari buku yang dimaksud, sedangkan indeks adalah isi/konten dengan referensi belaka (hlm. 195-196).
  88. Dalam hal arsip-arsip dinamis mengenai transaksi suatu badan administrasi, harus dibedakan antara resolusi dan notula. Di dalam resolusi yang dimasukkan hanya keputusan dewannya; sedangkan dalam notula juga musyawarah/rapatnya (hlm. 196-198).
  89. Berkenaan dengan resolusi dan notula harus dibedakan: a) draf kasar (rough draft) atau memorandum. Hal ini disusun selama pertemuan itu sendiri; b) konsep atau draft yang dikoreksi. Ini adalah dokumen yang disusun setelah pertemuan, tetapi belum disetujui; c) notula yang diadopsi atau lap [notula yang ditulis pada lembaran lepas, kemudian diikat bersama-sama]. Ini adalah dokumen seperti yang dikonfirmasi oleh pertemuan; d) fair copy.  Ini adalah transkrip notula, dimaksudkan untuk disimpan oleh dewan yang menghasilkan resolusi atau notulanya;  e) transkrip (hlm. 198-201).
  90. Terkait dengan rekening/akun harus dibedakan: a) draftnya, yaitu, rekening/akun yang belum disetujui; b) akun yang sudah diaudit. Dengan ungkapan ini harus dipahami baik akun teraudit yang asli dan salinan resmi, jika salinan resmi, dibuat segera setelah audit, dimaksudkan untuk didistribusikan baik kepada orang yang memberikan akun atau kepada mereka yang mengaudit itu. Hal ini diinginkan untuk memperjelas dalam deskripsi untuk siapa salinan akun/rekening diaudit dimaksudkan; c) salinan lain, apakah resmi atau tidak. Sebuah jurnal adalah register di mana seorang pejabat yang bertanggung jawab memasukkan penerimaan dan pengeluaran di bawah judul di mana ia akan membenarkan nanti dalam akun-nya (hlm. 201-204).
  91. Terkait dengan instrumen hukum yang harus dibedakan: a) draftnya, yaitu, instrumen yang belum dikonfirmasi; b) notulanya, yaitu, instrumen seperti yang dikonfirmasi; c) engrossed copy, yaitu, instrumen yang dimaksudkan untuk disampaikan kepada berbagai pihak (hlm. 204-205).
  92. Dokumen resmi adalah dokumen yang disusun dalam bentuk yang sesuai, sehingga dapat digunakan sebagai bukti atas apa yang disebutkan di dalamnya (hlm. 206).
  93. Piagam adalah engrossed copy suatu dokumen resmi. Sebagaimana halnya semua piagam ditulis di atas perkamen, perlu dibuat catatan hanya ketika ditulis di atas kertas (hlm. 206-208).
  94. Vidimus adalah suatu dokumen resmi di mana pihak yang berdaulat atau person yang diberi otoritas memberikan sebuah transkrip dokumen resmi lainnya untuk tujuan konfirmasi, atau seseorang yang diberi wewenang untuk menguji dokumen memberikan suatu transkrip yang layak dari penghargaan umum atas dokumen resmi lainnya. Transumpt adalah sebuah salinan dokumen resmi yang sudah diotentikasi (hlm. 208-211).
  95. Transfix  adalah sebuah piagam yang diikat ke yang lain sedemikian rupa sehingga pita atau tali dari meterai dokumen kedua diulirkan melalui yang pertama sebelum dokumen kedua telah disegel (hlm. 211-212).
  96. Terkait dengan segel yang harus dibedakan antara yang tergantung/belum terselesaikan (pendent), terapan, dan segel tarik. Hanya ketika segel diterapkan atau ditarik, fakta itu benar-benar perlu disebutkan (hlm. 212-214).
  97. Dua tahun yang terhubungkan dengan tanda hubung/dash (-) menunjukkan awal dan akhir tahun suatu tanggal. Jika periode akunnya meluas yang dimulai dan berakhir di pertengahan tahun, dua tahun dipisahkan dengan stroke miring (/) (hlm. 214-215).
  98. Jika suatu tanggal ditempatkan dalam tanda kurung (), ini menunjukkan bahwa tanggalnya yang tidak jelas dari dokumen itu sendiri, tetapi berasal dari beberapa sumber lain. Jika tanggalnya menunjukkan kira-kira atau sekitar, maka harus didahului dengan c (circa) dan ditempatkan dalam tanda kurung (c) (hlm. 215-216).
  99. Dalam penanggalan, angka tahun harus disebutkan pertama, kemudian bullan, dan terakhir adalah tanggal hari (hlm. 217-218).
  100. Ketika sejumlah dokumen sedang diatur dalam urutan kronologis, baik dalam bentuk seri atau dalam kalender, pertama-tama kita harus menempatkan di bawah tiap-tiap tahun semua yang tanggalnya diketahui, lalu yang tahunnya saja yang diketahui, dan yang terakhir tanggal yang kurang lebih dari tahun tersebut  (hlm. 217-218).

No comments:

Total Pageviews