3/22/08

Sejarah Teori dan Praktek Kearsipan di Amerika Serikat: Tahun 1957 – 1990

Versi File Pdf

Pengantar

Sejarah teori dan praktek kearsipan saat ini penuh dengan perubahan, kontradiksi dan perdebatan baik dari dalam maupun luar komunitas kearsipan. Makna serta ciri utama informasi kini telah berubah seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang menghasilkan arsip dinamis bacaan mesin (machine redable records), World Wide Web, dan banyak lagi inovasi canggih bidang TI lainnya, sehingga arsip dinamis tidak lagi bersifat single-faceted objects, tetapi multi-user, multi-author, dan bahkan multi-use elements yang tidak pernah statis seperti kita lihat pada arsip dinamis kertas. Artikel ini akan mencoba menjejak masa lalu perkembangan teori dan praktek kearsipan di Amerika sebelum datangnya era Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Prologue: sebelum 1957

Teori kearsipan bukan merupakan evolusi yang berjalan secara linear namun merupakan campuran dari berbagai ide-ide lintas masa dan tempat. Ide-ide yang kontradiksi ini secara serta-merta atau bahkan bercampur jadi satu, yang pada akhirnya menemukan paradigma baru. Hal ini seperti yang pernah diucapkan oleh Terry Cook:

“The history of archival theory is not a linear evolution… instead (it) is a rich collage of overlapping layers, of contradictory ideas existing simultaneously or even blended together, … of old ideas appearing in new guises in new places.”

Untuk menggambarkan pertumbuhan dan perubahan teori kearsipan di negara “barat” sejak 1957, alangkah baiknya kalau kita mengetahui lebih dulu apa yang terjadi dalam dunia kearsipan sebelum masa itu. Adapun unsur-unsur utama yang perlu kita ketahui adalah sbb:

Awal Teori Kearsipan Amerika Setelah Tahun 1900 

  1. Tahun 1898: Karya Trio-Belanda Muller, Feith dan Fruin yang menghasilkan karya monumental, Handleiding Voor het Ordenen en Beschrijven van Archiven yang diterbitkan tahun 1898 yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh arsiparis Amerika (Arthur H. Leavitt) dengan judul Manual for Arrangement and Description of Archives (1940). [manual Belanda ini sebenarnya merupakan kodifikasi praktek kearsipan Eropa, termasuk premis dasar prinsip asal-usul dan aturan asli. Manual ini juga dijadikan rujukan utama tulisannya Sir Hilary Jenkinson (Inggris) dan T.R. Schellenberg (A.S.)]
  2. Tahun 1922 dan 1937: Karya Jenkinson, A Manual of Archive Administration. [Jenkinson pada waktu itu bekerja di Publik Records Office Inggris. Kontribusi utamanya adalah: ciri kebuktian arsip (evidentiary), dan bagimana semua dokumen yang dihasilkan merupakan bagian dari arsip, dan mempercayakan kewenangan pemeliharaan arsip kepada unit pencipta. Pendekatan ini sangat kontras dengan pendekatan di Amerika, dan juga di Indonesia yang masih mengadopsi konsepnya Amerika. Contohnya adalah tentang makna nilai kebuktian ala Inggris/Jenkinsonian yang menganggap nilai kebuktian (evidentiary nature) dengan nilai kebuktian ala Amerika/Schellenbergian tentang nilai kebuktian arsip (evidential value). Menurut Jenkinson nilai kebuktian arsip yang dimaksud adalah nilai kebuktian arsip dinamis yang mencerminkan apa adanya tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun karena akan menghilangkan nilai otentik arsip. Oleh karena itu, Jenkinson tidak setuju adanya penilaian arsip karena menurutnya merupakan intervensi konteks arsip itu sendiri. Dari gagasan Jenkinson, tampak bahwa Dia lebih mengutamakan arsip dinamis (records). Berbeda dengan Schellenberg, yang menganggap nilai kebuktian arsip merupakan penentuan arsip setelah diadakan penilaian lebih dahulu. Di sini tampak bahwa Schellenberg cenderung mengutamakan arsip statis (archives) yang lebih berorientasi kepada pengguna, dalam hal ini khususnya kepentingan sejarawan. 
  3. Di Amerika Serikat, Arsip Nasional didirikan pada tahun 1934 bersamaan dengan menggunungnya arsip. Pada saat itu Arsip setempat menyimpan 3 juta meter lari dengan pertumbuhan tiap tahunnya rata-rata lebih dari 90.000 lari.
  4. Keadaan ini sangat berbeda dengan yang dialami oleh Eropa, yang memaksa Amerika untuk berpikir keras menghadapi berbagai tantangan kearsipan sehingga menciptakan kerangka baru perlunya menyimpan arsip-arsip tertentu saja agar menghemat tempat simpan, sehingga digagaslah penilaian arsip (records appraisal). Bandingkan dengan di Eropa yang tidak mengenal penilaian arsip karena konteks pada waktu itu Eropa dalam keadaan kondusif, tidak bergejolak seperti Amerika. Ditambah lagi jumlah arsip di Eropa relatif stabil dan individual, belum kompleks seperti Amerika. Konon, meskipun akar ilmu kearsipan berasal dari Eropa, namun faktor sejarah politik di eropa yang relatif stabil menyebabkan inovasi kearsipan di Eropa menjadi mandeg. Berbeda dengan Amerika yang bergejolak akibat Perang Dunia I dan II menyebabkan Amerika berpikir keras memajukan ilmu kearsipan.
  5. Arsiparis Amerika, Margaret Cross Norton (1944) menyatakan bahwa “inti pekerjaan kearsipan telah bergeser dari preservasi arsip dinamis ke seleksi arsip dinamis yang akan dipreservasi.” (secara langsung bertentangan dengan definisi arsip versi Jenkinson).
  6. Munculnya konsep baru, seperti daur hidup dokumen (life cycle of documents), dan penciptaan profesi manajemen arsip dinamis (terpisah dengan manajemen arsip statis)


Tantangan Arsip Dinamis Modern - Schellenberg, Seleksi, dan Penilaian - 1957-1966

Membaur Tradisi dan Teori Terkini 

  1. Dua tradisi di AS dipisahkan ke dalam dekade pertama abad ini, serta tujuan dan maksudnya sampai akhir tahun 1950an, ketika sejumlah kalangan termasuk T.R. Schellenberg (Universitas Washington) dan Lester Cappon berusaha mendefinisi ulang teori dan praktek kearsipan yang berkembang lebih dari dua puluh tahun yang lalu.
  2. Cappon dan Ernst Posner, mempermasalahkan bahwa konsep "historical manuscript" sebagai bagian antara arsip pemerintah dan private papers telah menjadi kabur. Pada tahun 1964, Posner menyatakan bahwa istilah "public papers" dalam penggunaan dan prakteknya telah menggantikan "historical manuscripts" lama.

Tahun 1957-1965: Wacana Umum

Periode ini ditandai dengan ledakan arsip kertas secara global, khususnya setelah Perang Dunia II. Tidak seperti tradisi Perancis (sebagaimana yang dideskripsikan oleh Jenkinson), di AS (Arsip Nasional) telah tumbuh konsep bahwa tidaklah mungkin untuk menganggap semua arsip dinamis di setiap lembaga pemerintah maupun swasta untuk disimpan permanen (archives), sehingga seleksi awal dalam proses manajemen arsip merupakan syarat mutlak. Wacana lain yang muncul saat itu adalah sbb:

  • Definisi atas unsur yang membentuk suatu “record” mulai berubah: adanya unsur-unsur record bentuk khusus lainnya (seperti film, rekaman suara, peta, dll), lalu arsip dinamis bacaan mesin yang pertama kali,
  • Kodifikasi teori penataan, deskripsi, dan evaluasi (penilaian arsip),
  • Berkembangnya pembedaan antara official and private papers, khususnya sekitar masalah paper kepresidenan dan pejabat-pejabat pemerintah lainnya (termasuk anggota kabinet, hakim, dll),
  • Berkembangnya wacana mengenai akses terhadap arsip dinamis pemerintah, serta privasi dan keamanan nasional,
  • Archivists menjadi lebih proaktif, misalnya dulu, archivists menekankan “apa” itu “record”. Kini seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi archivists menekankan pada “bagaimana” record diciptakan,

Kodifikasi dan Teori: Schellenberg dkk

  • Buku karya Schellenberg, Modern Archives: Principles and Techniques (1956), lalu buku The Management of Archives (1965), menjadi standar pendidikan kearsipan selama beberapa dekade (bahkan sampai sekarang, termasuk ANRI).
  • Melengkapi karya Schellenberg pada tahun 1950an dan 1960an, selanjutnya muncul kodifikasi teori penataan yang ditulis oleh Frank Evans dan Oliver Wendell Holmes (1964 dan 1966).
  • Selama karirnya, Schellenberg dijuluki “teorists Arsip Nasional Amerika”. ( (Smith, J., 1981). Buku-bukunya masih dianggap sebagai referensi dasar topik-topik kearsipan termasuk penataan arsip statis.
  • Schellenberg menggagas adanya konsep-konsep dasar kearsipan, seperti di bawah ini:

Definisi Istilah Kearsipan

  1. Prinsip Asal-Usul (Principle of Provenance): (1) dalam praktek arsip dan manuskrip, secara umum artinya “office of origin” arsip dinamis, yaitu suatu entitas administrasi yang diciptakan atau diterima serta dikumpulkan dalam rangka pelaksanaan organisasi tersebut. Entitas yang dimaksud termasuk di dalamnya dokumen personel, famili, perusahaan, maupun personal papers dan koleksi manuskrip. (2) informasi hasil transfer kepemilikan dan kustodi koleksi manuskrip. (3) dalam teori kearsipan, mengacu pada prinsip bahwa arsip dari unit pencipta yang satu tidak boleh dicampur dengan arsip dari unit pencipta yang lainnya. Prinsip ini di Perancis dikenal dengan istilah respect des fonds.
  2. Principle of Sanctity of the Original Order (Registry principle). Catatan: definisi ini didasarkan atas di mana arsip dinamis berasal (lembaga/instansi, perseroan, atau apapun). Dokumen-dokumen yang ditata menurut siapa yang mencipta apa belum sepenuhnya diterima dalam standar praktek manuskrip dan arsip lainnya di AS sampai akhir tahun 1950an, dan dinyatakan dengan tegas oleh Schellenberg. Istilah dan definisi ini masih didiskusikan dan terkadang menimbulkan perdebatan panas di antara para archivists (lihat referensi kearsipan karya Australia dan Kanada, misal dalam perkembangan terkini adalah munculnya konsep records continuum model yang secara langsung merupakan konter balik pakar kearsipan Australia terhadap Amerika Utara / Kanada).
  3. Prinsip Aturan Asli (Principle of Original Order). Sistem pemberkasan (filing systems) yang digunakan oleh unit pencipta. Prinsip ini diterapkan bersama dengan prinsip asal-usul. Sebaliknya, prinsip pengkatalogan di perpustakaan diterapkan pada tingkat item dokumen, tanpa memandang asal-usul dokumen berdasarkan klasifikasi dan pemberkasan menurut sistem yang sudah baku secara internasional (misal menurut DDC, atau UDC).
  4. Penataan:  istilah “klasifikasi” dalam ilmu perpustakaan mengacu pada pengelompokan dokumen berdasarkan subjeknya.
  5. Deskripsi: biasanya diaplikasikan bersamaan dengan penataan; keduanya merupakan unsur pokok dalam manajemen arsip statis.
  6. Accession: tindakan dan prosedur yang dilakukan dalam serah terima kepemilikan legal dan penarikan arsip dinamis kertas ke dalam tempat simpan fisik suatu lembaga kearsipan. Dalam manajemen arsip dinamis, serah terima kepemilikan arsip dinamis tidak boleh dilakukan.
  7. Inventaris: alat bantu temu arsip yang paling pokok – deskripsi unsur-unsur records group. (sebaliknya, dalam perpustakaan alat bantu temu dokumen yang paling utama adalah katalog)
  8. Indeks kumulatif: rujuk silang unsur – unsur dalam suatu tempat simpan arsip yang ada dalam sebuah daftar inventaris.

Kontribusi Schellenberg terhadap Teori Kearsipan

  1. Penggagas konsep nilai guna arsip: Teori Penilaian Arsip
    • Nilai guna primer dan sekunder
    • Nilai guna kebuktian dan informasional
  2. Penggunaan suatu hierarki level-level arsip, yang meliputi:
    • Depository: fasilitas tempat arsip disimpan
    • Record Group, yaitu: secara kelembagaan terkait dengan arsip dinamis yang ditata menurut asal-usulnya yang perhatian utamanya pada hubungan hirarkhis antar arsip dinamis sebagaimana yang didefinisikan oleh Schellenberg sebagai suatu pengelompokan atau group yang dapat dimodifikasi dari definisi asli asal-usul itu sendiri (tempat simpan, manajemen, atau penggunaan rujukan)
    • Seri, satuan berkas/folder, atau item/dokumen: yaitu cara arsip-arsip dinamis dan papers ditata dalam record group tersebut.
  3. Seleksi Arsip – Suatu Konsep yang Terus Berubah
    • Manualnya Trio Belanda dan Jenkinson menyatakan bahwa “semua” dokumen yang diciptakan dan diterima oleh suatu lembaga adalah “archives”. Schellenberg (kemudian Norton dan lain-lain) mendefinisikan “archives” sebagai bagian kecil saja dari dokumen yang dipilih oleh archivists untuk dipreservasi dari keseluruhan dokumen aslinya; Schellenberg menggunakan pembedaan ini sebagai definisi dari kata “record” (Cook, 27).
    • Perbedaan definisi ini terus menimbulkan kontroversi dan diskusi sampai saat ini, di mana dalam menghadapi arsip-arsip dinamis dalam database, e-mail, dan web yang selalu berubah, archivists terus mendefinisi ulang konsep “record” dan “archive”.

Tahun 1967 – 1984

Seiring dengan perkembangan arsip dinamis bacaan mesin, bentuk mikro, serta sikap masyarakat terhadap wacana kebebasan mengakses informasi publik/pemerintah, muncullah trend baru dalam teori dan praktek kearsipan.

Munculnya Teori tentang Akses Informasi

Selama akhir tahun 1960an dan 1970an, dinamika politik dan rakyat Amerika memicu terbentuknya berbagai kepentingan akan adanya akses terhadap informasi pemerintah (dan definisi “informasi publik”, “hak untuk tahu”, dan konsep-konsep sejenisnya). Trends ini secara signifikan digambarkan dalam perubahan peran serta aktivitas para archivists, khususnya di Amerika Serikat. Sebagaimana yang dinyatakan oleh T. Peterson, ada sejumlah event yang menarik perhatian publik berkenaan dengan issu kearsipan dan kebebasan akses informasi selama periode ini:

  • Tahun 1966 – Kongres Luar Biasa ICA: para staf Arsip Nasional Amerika Serikat secara langsung mendapat tantangan tentang konsep tradisonal mengenai akses yang terbatas terhadap arsip dinamis di unit-unit pencipta tiap-tiap departemen atau instansi (mungkin ini juga sama dengan Undang-Undang Kearsipan kita UU No 7/1971 yang menyatakan bahwa pada dasarnya arsip dinamis itu tertutup).
  • Tahun 1966 – Undang-undang Kebebasan Memperoleh Informasi (Freedom of Information Act).
  • Pada awal tahun 1970an, kasus legal tentang FDR Presidential Library serta penyingkiran berbagai dokumen yang merangsang terjadinya provokasi oleh para peneliti serta restriksi arsip.
  • Tahun 1972 – adanya aturan pemerintah tentang klasifikasi keamanan nasional – yang selanjutnya direvisi karena tidak berjalan efektif.
  • Tahun 1974 – Amandemen Undang-undang Kebebasan Memperoleh Informasi (Freedom of Information Act), yang diikuti skandal Watergate, yang semakin menguatkan desakan disempurnakannya undang-undang ini.
  • Tahun 1979 – Perumusan pernyataan kebijakan oleh Society of American Archivists (SAA) dan American Library Association (ALA), tentang prinsip akses informasi seiring dengan perluasan peran archivists dalam informasi publik.

Tambahan Teori Kearsipan

Pada tahun 1982, dalam menanggapi tekanan di Arsip Nasional Amerika Serikat untuk memusnahkan dokumen asli terkait dengan salinan bentuk mikronya, konsep “nilai guna intrinsik” diartikulasikan oleh staf Arsip Nasional sebagai suatu Staff Information Paper. Teori nilai guna intrinsik dalam arsip dinamis “menganggap bahwa arsip dinamis memiliki kualitas fisik yang membuat bentuk fisik asli arsip dinamis menjadi satu-satunya bentuk yang dapat diterima dari sudut kearsipan.”

Perubahan Sudut Pandang: Tahun 1990an sampai Kini

From recording the actions of the state to recording the whole breadth of society -“total archives”

Itulah sudut pandang kearsipan kontemporer saat ini, yakni kearsipan bergerak dari merekam kegiatan negara menjadi perekaman keseluruhan masyarakat, atau istilahnya "Total Archives".

Tahun 1990an peran arsiparis berubah dari penjaga gudang (keeper) menjadi penyeleksi (selector). Pada saat itu muncul dua teori yang saling bertentangan (Ham 1993).

Kewajiban arsiparis adalah sebagai penjaga arsip-arsip lembaga/instansi ATAU advokat, dari intern organisasi/lembaga “dokumentasi kultural yang lebih luas” (Ham, 9)

Lima Konsep Dokumentasi

  1. Arsiparis punya tanggung jawab individu dalam seleksi arsip;
  2. Seleksi arsip harus dilakukan oleh organisasi korporasi, sejarah serta proses birokrasinya;
  3. Seleksi arsip harus berdasarkan pola sejarah dan spekulasi penggunaan arsip untuk masa yang akan datang;
  4. Seleksi arsip harus menjadi “pencerminan arsip masyarakat”;
  5. Seleksi arsip harus dilakukan secara acak


Terbatasnya Tempat Simpan

  1. “Karena tempat simpan arsip semakin terbatas; mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam menyelamatkan paper-paper yang bernilai guna sejarah” (Bowers, 1991). Pernyataan ini disuarakan beberapa tahun sebelumnya oleh Margaret Cross Norton (1944)
  2. Tahun 1990an: Peranan Arsiparis adalah:
    • Menciptakan arsip lebih user friendly;
    • Bertindak sebagai manajer informasi;
    • Bertindak sebagai pembentuk aktif akan warisan kearsipan (archival heritage);
    • Terlibat dalam pembentukan dan penciptaan arsip dinamis; untuk menjamin praktek terbaiknya dan menyelamatkan arsip-arsip historis.

Adapun manajemen arsip dinamis dan statis secara umum adalah:

  1. Untuk berpikir visioner, manajemen kearsipan harus berubah dari fokus yuridis-administratif ke arah justifikasi sosial-budaya yang menekankan kepentingan publik agar terwujud akuntabilitas dan transparansi pemerintah seperti yang disyaratkan dalam good governance;
  2. Fokus manajemen arsip dinamis harus berubah dari arsip dinamis dalam keadaan tunggal/berkelompok ke proses fungsional atau konteks penciptaan arsipnya;
  3. "konteks" dalam arsip sangatlah penting – teori kearsipan meletakkan makna “konteks” sebagai inspirasi utamanya dari analisis atau proses penciptaan arsip dinamis bukan semata-mata dari penataan dan deskripsi hasil arsip dinamis itu sendiri. Jadi, dari fungsional menggantikan deskriptif...

Penyempurnaan Teorinya Schellenberg

“menggabungkan teorinya Schellenberg ke dalam konsep penilaian arsip yang terintegral dan berorientasi misi akan memberikan pihak penilai suatu kerangka kerja yang lebih seimbang dalam mengevaluasi arsip dinamis” (Ham 1993).

Wacana Lain Teori Kearsipan

  1. Arsip yang mencerminkan masyarakat secara keseluruhan merupakan kebalikan dari pandangan yang mendasarkan arsip pada konsep pemerintah itu sendiri;
  2. Cook menunjuk para ahli teori kearsipan dari Jerman (Hans Booms), dalam reaksinya terhadap “pendekatatan statis yang berlebihan, di mana nilai-nilai ideologi negara dipaksakan dalam lingkungan kearsipan” (Cook, 30) dalam melihat masyarakat yang lebih luas dalam mendefinisikan nilai guna kearsipan. Cook mengatakan bahwa pernyataan Boom, yakni masyarakat, bukan pengguna khusus atau pejabat pemerintah, harus menjalankan nilai-nilai yang ditentukan pemerintah demi “kepentingan’ pemerintah;
  3. Di Kanada, munculnya kembali konsep asal-usul sebagai konsep utama dalam kearsipan dan definisi ulang atas istilah-istilah lama – Peter Scott (deskripsi); David Bearman dan Richard Lytle (provenance); Luciana Duranti (diplomatika) – Neo-Jenkinsonian (menekankan pada record).

Kesimpulan

Teori Kearsipan bukanlah teori yang tidak dapat diubah maupun berjalan linear. Seiring perubahan zaman dan dinamika sosial politik budaya dan teknologi, maka trend – trend akan saling menumpang tindih, tumbuh bersama.

Bacaan:

Jimerson, R.C. (2000). American archival studies : Readings in theory and practice.Chicago: The Society of American Archivists.

Kenney, A.R. and Rieger, O.Y. (2000). Moving theory into practice.

Graham, N.I. (1997). The Form and Function of Archival Theory. The Katharine Sharp Review (On-line), no.4. URL: http://alexia.lis.uiuc.edu/review/winter 1997/graham.htm.

3/16/08

Life Cycle of Records versus Records Continuum Model



-->

Versi file pdf

Bagi mahasiswa kearsipan, istilah daur hidup arsip dinamis atau life cycle of records adalah istilah yang sudah tidak asing lagi. Konsep daur hidup arsip tampaknya sudah menjadi paradigma ilmu kearsipan. Adapun asbabu al nuzul dari konsep ini adalah karena akibat Perang Dunia Pertama dan Kedua, di mana di Amerika Serikat saat itu mengalami banjir arsip, dalam arti hampir seluruh instansi saat itu kewalahan mengatasi menggunungnya arsip-arsip akibat dampak PD tersebut. Oleh karena itu, atas prakarsa T.R Schellenberg, perlu adanya seleksi atas arsip-arsip tersebut agar menghemat ruang atau tempat simpan arsip. Pada saat itulah muncul konsep penilaian arsip (appraissal of records). Konon, T.R Schellenberg juga dikenal sebagai bapak teori penilaian arsip. Bukan itu saja, Schellenberg juga yang mengenalkan konsep daur hidup arsip dinamis (life cycle of records).

Akibat dari konsep penilaian dan konsep daur hidup arsip itulah yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan definisi di Amerika Serikat terhadap makna arsip dinamis (records) dan arsip statis (archives). Lain halnya di sebagian negara Eropa (karena tidak semua), seperti Belanda, Spanyol, Italia. Untuk menyebut arsip (tidak masalah dinamis ataupun statis), cukup dengan kata archives. Adapun untuk menunjuk arsip yang in the making (kalau di AS namanya records), cukup menambahkan ajektif di depannya, misalnya di Belanda Dynamisch archief,administrative archives, atau seperti di Indonesia arsip dinamis, arsip statis.

Masalahnya, di negara kita kadang-kadang tidak konsisten dalam menggunakan kata arsip dinamis(records) dan arsip statis (archives). Biasanya kata ‘arsip’ yang dimaksud adalah ‘arsip statis’ jadi keduanya saling tukar. Adapun ‘arsip dinamis’ atau ‘records’ yang sering menimbulkan masalah. Orang awam atau yang bukan dari dunia kearsipan sering menerjemahkan ‘records’ bermacam-macam, ada yang menerjemahkan ‘rekod’, ‘rekaman’,’cantuman’, dll. Memang di sini akan menimbulkan banyak masalah karena tergantung kita berangkat dari mana. Bagi pustakawan, tentu akan menerjemahkan ‘records’ dengan istilah cantuman. Bedakan juga ‘records’ dalam ranah data base (informatika) dengan ranah kearsipan ! Sebagai insan kearsipan, harusnya kita menjadi pengusung buzz words ‘records’ menjadi ‘arsip
dinamis’. Masalahnya orang ANRI sendiri kadang juga tidak menyadari. Misalnya untuk mengatakanrecords retention schedule, sampai saat ini masih lebih dikenal dengan Jadwal Retensi Arsip (JRA), harusnya Jadwal Retensi Arsip Dinamis.

Tidak hanya itu, tampaknya dunia kearsipan juga masih disibukkan dengan kerancuan definisi klasik, misalnya pengertian dokumen, records, dan archives. Padahal ketiganya berbeda. Coba bandingkan antara UU No 7/1971 dan UU No 8/1997 ! namun artikel ini tidak akan membahas perdebatan klasik tersebut. Saya akan mengulas tentang perbedaan pendekatan kearsipan, antara daur hidup arsip dinamis dengan records continuum model.

Pendekatan Tradisional Kearsipan (life cycle of records)


Daur hidup merupakan konsep yang dipakai dalam ilmu pengetahuan alam atau sains. Konsep ini menggambarkan keseluruhan rangkaian proses yang membentuk sejarah hidup suatu organisme. Manusia, misalnya, memiliki siklus hidup yang sama dengan sejarah kehidupan spesies atau genus, dengan pola pengulangan siklus yang dapat kita amati tiap generasinya. Seekor katak mula-mula
terbentuk dari embrio, berudu/cebong, anak katak, katak beneran sampai akhirnya mati, ia hidup melalui suatu siklus kehidupan yang paripurna.

Dalam ilmu pengetahuan sosial model daur hidup juga dipakai untuk menjelaskan ritual siklus kehidupan manusia yang masih dalam proses, misalnya, dari kelahiran sampai inisiasi menuju masyarakat dewasa lalu pernikahan sampai akhirnya pada tahap kematian. Tahap-tahapan ini biasanya memiliki
kaitan yang kuat dalam mewujudkan hak-hak serta kewajiban yang ada dalam lingkungannya. Seperti halnya dalam versi daur hidup dalam ilmu pengetahuan alam, versi daur hidup dalam sosiologi juga memberikan pola generasi dari kehidupan sampai dengan kematian.

Pada daur hidup tata arsip dinamis ada ciri pengulangan atas generasi arsip dinamis yang dapat dideskripsikan ke dalam tahap-tahap tertentu. Premisnya adalah bahwa tiap-tiap tahap arsip dinamis dapat diamati selama periode ‘kehidupan’ arsip dinamis dari kelahiran (penciptaan), kehidupan (penggunaan dan pemeliharaan), dan akhirnya sampain kematian (penyusutan).

Daur hidup versi Ilmu Pengetahuan Alam


Konsep daur hidup arsip dinamis dalam tataran dasar pada bidang manajemen arsip dinamis (records management), meliputi proses penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta pemusnahan. Kalau ditambah dengan manajemen arsip statis, akan menjadi identifikasi dan penilaian, akuisisi,
deskripsi, serta penggunaan dan akses. Pola ini mirip dengan model daur hidup sains. Semua items arsip dinamis dapat (menurut dugaan) diamati – melalui siklus hidup yang sama kecuali pada tahap pemusnahan.

Contoh pendekatan sejarah kehidupan yang lengkap terhadap daur hidup arsip dinamis adalah pendekatan yang dipakai oleh Arsip Nasional Amerika Serikat pada tahun 1940-an. Konsep ini dikembangkan sebagai cara untuk menggambarkan proses penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan serta pemusnahan arsip dinamis. Model manajemen arsip dinamis dan statis dikembangkan dengan pola-pola
seperti di bawah ini:

gbr1

Pendekatan kearsipan Amerika memiliki ciri bahwa keputusan ‘Jadwal Retensi Arsip Dinamis (JRA)’ merupakan gap / pemisah antara unit pencipta (records management) dan unit kearsipan (sebagian kecil bagian dari records management) dan depo arsip (archives administration).

Versi Ritual dalam Sosiologi


Versi Eropa terhadap daur hidup lebih menekankan pada ritual perjalanan yang diasosiasikan dengan relokasi fisik arsip dinamis. Contohnya adalah pendekatan “tiga tahap arsip” yang berdasarkan pada tempat simpan arsip aktif, semi-aktif dan inaktif. Kejadian-kejadian tertentu diharapkan terjadi selama tiga tahap utama ini pada saat arsip dinamis ditransfer dari tempat simpan arsip aktif (central files) ke intermediate records centre lalu ke arsip (statis). Tahap-tahapan ini berkaitan erat dengan hak dan kewajiban lembaga kearsipan untuk memelihara arsipnya sebagai bukti tindakan yang otentik dan andal (authentic and reliable evidence of actions). Adapun kompetensi otoritas kearsipan dijelaskan dan dibakukan oleh tiap-tiap tahap arsip dalam proses tata arsip dinamis (recordkeeping process).

Versi Campuran (hibrida) dalam Manajemen Arsip Dinamis (Records Management) dan

Manajemen Arsip Statis (Archives Administration)


Kalau kita gabungkan versi ritual perjalanan dengan versi sejarah kehidupan dari konsep daur hidup di atas maka akan menghasilkan model yang dapat mencakup kompleksitas tahap-tahap arsip.

Contohnya adalah sebuah model yang dipresentasikan di dalam seri video Edith Cowan University tentang manajemen arsip dinamis dan statis yang mendeskripsikan sebuah model delapan tahap di mana“tiga tahap arsip statis” ditambahkan ke dalam lima unsur sejarah kehidupan. Sehingga tahapannya adalah
sebagai berikut: CREATION, DISTRIBUTION, UTILIZATION, active storage, TRANSFER, inactive storage, DISPOSITION, and permanent storage (Archives).

Dari semua versi konsep daur hidup diatas, tampak bahwa di sana ada pemisahan yang jelas antara records manager dengan archivist. Kompetensi dan tanggung jawab records manager serta archivist direpresentasikan secara eksklusif dengan tahapan yang berbeda dalam daur hidupnya, serta dengan tujuan tata arsip dinamis yang berbeda pula. Dalam hal inilah lalu muncul worldview yang merupakan paradigma baru dalam ilmu kearsipan, yakni pandangan records continuum model.

Sebelum kita mengulas records continuum model, dibawah ini digambarkan ciri-ciri model daur hidup arsip serta kelemahannya menghadapi arsip elektronik.

Ciri-ciri dari pendekatan tradisonal kearsipan (dinamis dan statis tentunya), yakni daur hidup arsip adalah sebagai berikut:


  1. Arsiparis merupakan penerima estafet dari proses manajemen arsip dinamis (unit pencipta) sehingga sering dikenal dengan melihat arsip sebagai hasil samping administrasi.

  2. Arsip statis merupakan hasil dari siklus hidup arsip dinamis, manajemen arsip dinamis berada pada permulaan dan posisi tengah

  3. Arsip dinamis dan statis secara fisik dikuasai dan disimpan oleh lembaga kearsipan

  4. Penilaiannya adalah fisik arsip dinamis (baik di unit kearsipan maupun di depo arsip)

  5. Preservasinya hanya pada medium aslinya

  6. Adanya pembedaan ruang(unit pencipta, unit kearsipan, depo arsip) dan waktu(dinamis aktif, semiaktif, inaktif, statis)

  7. Deskripsi arsip berdasarkan pada sistem penomoran yang sama atau karakteristik fisik

  8. Memerlukan banyak tempat penyimpanan fisik arsip yang begitu besar

Kendala Pendekatan Kearsipan Tradisional Terhadap Arsip Elektronik


Cepatnya pertumbuhan dan perubahan teknologi informasi dan komunikasi serta ketidakstabilan medium arsip menimbulkan permasalahn pada preservasi arsip digital atau elektronik. Dalam bidang TI, perubahan versi hardware, software berjalan begitu cepat. Pergantian hardware baik mesinnya maupun kemampuannya serta media simpannya hampir setiap tahun berubah. Sementara perkembangan software juga berubah dengan lebih cepat lagi. isalnya:upgrade versi OS ataupun program aplikasi yang lebih baru, upgrade platform hardware, perkembangan dokumen multimedia yang begitu kompleks; serta, migrasi yang ditimbulkan dari perkembangan software dan hardware tersebut.

Biasanya, migrasi dilakukan untuk arsip yang ‘current’ saja ke software atau platforms yang terbaru. Adapun arsip elektronik yang lama, misalnya tahun 1990-an yang disimpan dalam format word star akan diabaikan migrasinya, padahal kini words star sudah hilang di pasaran. Lantas bagaimana solusinya? Padahal, semakin lama arsip yang ‘non-current’ menunggu konversi ke format terbaru, semakin sulit juga sistem upgrade-nya, sehingga praktis tidak dapat diakses, padahal arsip tanpa akses tidak ada gunanya. Hal ini tentu saja menimbulkan masalah, karena arsip elektronik pada software lama yang tidak dapat dikonversi ke software terbaru akan terhapus begitu saja (written off).

Risiko yang biasanya dialami pada arsip elektronik saat ini adalah:

  1. banyaknya data, dokumen, dan arsip dinamis yang susah dikendalikan lagi (mountain of records)

  2. terjadinya pemusnahan data, dokumen, dan arsip dinamis yang tidak disengaja, misalnya kesalahan perintah dalam komputer, virus, dll

  3. terjadinya pemalsuan dokumen dan arsip dinamis dalam lingkungan elektronik

  4. tidak adanya dokumentasi sistem dan tidak tersedianya metadata yang memadahi, serta

  5. tidak adanya tata arsip dinamis yang integral dan adanya duplikasi akibat penyimpanan arsip dinamis elektronik dan arsip dinamis kertas.


Kelima hal di atas, akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:

  1. hilangnya akses informasi

  2. pemborosan dana karena mengharuskan adanya pembelian storage tambahan

  3. hilangnya arsip dinamis bisnis yang sangat bernilai

  4. terjadinya kebocoran informasi

  5. hilangnya bukti transaksi organisasi, di mana hal ini merupakan ciri utama arsip dinamis elektronik

  6. hilangnya akuntabilitas publik

Records Continuum BUKAN Daur Hidup Arsip !

Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi, kini medium arsip sudah mengalami pergeseran drastis dari medium kertas yang tangible ke medium elektronik yangintangible. Permasalahn yang muncul adalah bahwa untuk mengakses arsip yg akurat,andal,otentik, lengkap serta readable sepanjang waktu merupakan hal yang sulit baik bagi user maupun arsiparis. Saat ini arsiparis diseluruh dunia sedang berusaha keras mencari pendekatan kearsipan yang paling sesuai untuk mengelola arsip elektronik.

Namun tampaknya Australia yang kini dijadikan rujukan internasional dalam mengelola kearsipan yang dapat diterima oleh semua pakar kearsipan dengan pendekatannya records continuum model. Model ini dianggap paling sesuai untuk mengatasi permasalahn yang dialami dalam masalah digital objects. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau Standar Australia tentang Records Management akhirnya diadopsi sebagai ISO bidang kearsipan seluruh dunia.

Konsep records continuum juga diperkuat dengan adanya rekomendasi dunia internasional sebagai cara terbaik mengelola arsip elektronik dalam konteks yang lebih luas dalam ilmu kearsipan (Flynn 2001, 79-93, Pucnell 2000, 12-13).

Konsep Records Continuum Model

Definisi records continuum model dijabarkan dalam Australia Records Management Standard AS4390 yang mengacu pada “...suatu pedoman yang konsisten dan koheren terhadap proses manajemen arsip sejak penciptaan arsip dinamis (dan sebelum penciptaannya, dalam desain sistem tata arsip dinamis) sampai pada preservasi dan pemanfaatan arsip dinamis sebagai arsip statis (AS4390 1996, part I : Clause 4.22 dalam Suprayitno dkk. “Alih Media Dalam Bingkai Records Continuum Model: Analisis Terhadap Layanan Informasi di Kantor Arsip, Data Elektronik, dan Perpustakaan Kabupaten Sleman. 2003. Tugas Akhir Program Diploma Kearsipan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep ini menghendaki integrasi pengelolaan dokumen, arsip dinamis, serta arsip statis.

Evolusi konsep records continuum model dapat dilihat dalam tiga periode: asal-usul konsep continuum; penggunaan luas kata ‘continuum’; dan rumusan serta implementasi records continuum model untuk mengelola arsip dinamis kertas maupun elektronik.

Pada periode pertama, pandangan paling awal mengenai konsep ini berasal dari seorang archivist Nasional Australia, Ian Maclean pada tahun 1950-an. Saat itu beliau berpendapat bahwa records managers merupakan archivists sejati, dan bahwa ilmu kearsipan (archival science) harusnya diarahkan pada kajian karakteristik rekaman informasi, sistem tata arsip dinamis serta proses klasifikasi (Upward 2000, 118). Pandangan beliau ini yang mempromosikan adanya kesinambungan antara records management dan archives administration.
Pada periode kedua, istilah continuum belum banyak dipakai pada bidang kearsipan di Australia pada pertengahan tahun 1980-an sampai datangnya archivist Canada Jay Atherton yang menyatakan secara eksplisit istilah ini pada konferensi Association of Canadian Archivists pada tahun 1985. Menurut Atherton, semua tahap arsip dinamis saling berhubungan, yang membentuk kontinyuum di mana baik records manager maupun archivist saling terlibat dalam
mengelola rekaman informasi. Beliau menunjukkan bagaimana tahapan dalam daur hidup arsip dinamis juga mempengaruhi ending dalam pembentukan arsip statis.

Pada periode ketiga, records continuum merupakan sebuah model cara berpikir yang dirumuskan oleh Frank Upward, seorang teorist bidang kearsipan di Australia sekitar tahun 1990-an. Menurut Upward, ada empat prinsip dalam records continuum model:
  1. bahwa konsep “record” diartikan sebagai arsip secara inklusif, baik arsip dinamis maupun statis. Untuk Indonesia, hal ini akan memudahkan karena cukup kita artikan “arsip” saja tanpa ada embel-embel dinamis atau statis.

  2. Fokus records sebagai entitas logika, bukan entitas fisik semata. Baik dalam bentuk arsip kertas maupun elektronik.

  3. Institusionalisasi peran profesi tata arsip dinamis memerlukan perhatian yang kuat atas keterlibatan tata arsip dinamis ke dalam proses dan tujuan bisnis (arsip dinamis yang masih ada di unit-unit pencipta) dan tujuan sosial (arsip statis).

  4. Ilmu kearsipan merupakan fondasi untuk mengelola pengetahuan tentang tata arsip dinamis... pengetahuan tersebut bersifat revisable namun dapat distrukturisasikan dan dieksplorasi dalam rangka penerapan prinsip-prinsip tindakan di masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang... (Upward 1996, 275-277).

Model records continuum mempunyai empat poros yang berkaitan dengan konsen archivist terhadap empat tema utama dalam ilmu kearsipan: evidentiality, transactionality, identity, dan recordkeeping containers.

Empat dimensi dalam records continuum model adalah: penciptaan dokumen, penangkapan arsip dinamis (records capture) – penerjemahan penangkapan barangkali terasa janggal, namun untuk
memudahkan analogi makna capture adalah ketika kita mengkonversi dokumen dalam format word ke dalam pdf, maka ketika sudah jadi pdf, itulah berarti kita telah meng-capture dokumen tersebut menjadirecords, karena kalau sudah kita capure berarti tidak boleh/dapat diedit karena akan mengubah
otentisitas arsip dinamis - , organisasi memori pribadi dan korporasi, serta pluralisasi memori kolektif.

“the model provides a graphical tool for framing issues about the relationship between records managers and archivists, past, present and future, and for thinking strategically about working collaboratively and building partnerships with other stakeholders.” (McKemmish 1998, 2).

Pederson (1999) menyatakan bahwa model records continuum mempunyai empat fungsi tata arsip dinamis, yang disingkat CADS:
  • Control : capture, identifikasi, organisasi dan pengawasan (control)

  • Accessibility : menjamin adanya akses dan kemampumanfaatan

  • Disposal : memungkinkan adanya kriteria penilaian dan kebijakan atau prosedur pemusnahan untuk “meng-capture” arsip dinamis yang sesuai dan untuk“menyingkirkan” proses arsip dinamis yang tidak diperlukan lagi, baik untuk kegiatan bisnis, regulasi, maupun untuk tujuan kultural maupun historis

  • Storage : memelihara dan mempertahankan keotentikan arsip dinamis, integritas serta kemampumanfaatannya sepanjang waktu.

Pederson menunjukkan bahwa model tata arsip dinamis berbasis continuum ini mengartikulasikan suatu kerangka kerja yang mengidentifikasi serta mengelola hubungan dokumentasi, proses, sistem dan outputnya(records) pada empat level perspektif (Pederson, 1999). Kennedy dan Schauder (1998) lebih lanjut menjelaskan empat dimensi yang digunakan Upward dalam konsepnya records continuum model. Pandangannya dapat dijelaskan seperti di bawah ini:
  1. Pada level pertama, model ini menerapkan pada dirinya pengenalan akan tindakan (acts) yang akuntabel dan menjamin bahwa bukti (evidence) yang andal dari tindakan tersebut diciptakan dengan cara menangkap (capture) arsip dinamis dari transaksi yang terkait atau transaksi yang mendukungnya. Arsip dinamis aktivitas bisnis/organisasi diciptakan sebagai seni proses komunikasi bisnis dalam organisasi tersebut (misalnya melalui e-mail, software manajemen dokumen, atau aplikasi software lainnya)

  2. Pada level kedua, sistem tata arsip dinamis (recordkeeping systems) mengelola “famili” transaksi dan seri arsip dinamis yang mendokumentasikan proses penciptaannya pada unit kerja atau fungsi tunggal organisasi yang lebih kompleks. Arsip dinamis yang diciptakan atau diterima dalam sebuah organisasi diberi tengara (tag) informasi atau lebih dikenal dengan
    pemberian metadata mengenai rekaman transaksi tersebut, termasuk tengara informasi
    tentang bagaimana arsip dinamis tersebut saling link dengan arsip dinamis lainnya.

  3. Pada level ketiga, proses tata arsip dinamis yang sudah tanpa layer ini meliputi sistem yang multiple dan gugus arsip dinamis yang sudah digunakan untuk kebutuhan dokumentasi keseluruhan (bisnis, hukum dan budaya/pendidikan/sejarah) entitas yuridis tunggal. Arsip dinamis menjadi bagian dari sistem tempat simpan formal dan temu kembali yang merupakan memori korporasi organisasi

  4. Pada level keempat, sistem tata arsip dinamis menjangkau keseluruhan proses kebutuhan jasa masyarakat keseluruhan serta fungsi konstituennya dan entitas yang dilakukannya. Level ini membentuk penciptaan tata arsip dinamis yang kolaboratif, di bawah payung otoritas tata arsip dinamis publik, yang menjamin adanya akuntabilitas dan memori kultural masyarakat secara keseluruhan. Arsip dinamis yang diperlukan untuk tujuan akuntabilitas sosial (misalnya dengan undang-undang korporasi) atau bentuk lain dari memori kolektif menjadi bagian dari sistem kearsipan yang lebih luas yang terdiri dari arsip dinamis dari serangkaian organisasi. (Kennedy dan Schauder 1998 dan Pederson 1999).

Flynn (2001) menyimpulkan karya Atherton dan Upward. Beliau menganalisis bahwa records continuum model memiliki 6 ciri sebagai berikut:
  1. Merupakan sebuah sistem yang homogen dan integral dalam mengelola arsip (dinamis dan statis) apapun formatnya dan sepanjang waktu, baik yang punya jangka waktu pendek maupun lama;

  2. Arsip atau akumulasi arsip itu ada dalam wujud sinkronik yang berada dalam bentuk lebih dari sekedar satu “dimensi” konteks penciptaan dan penggunaan, bukan perpindahan diakronik arsip atau akumulasi arsip melalui tahap daur hidup yang diskrit dan terpisah-pisah setelah tahap daur hidup yang lainnya;

  3. Merupakan sebuah kesatuan bangunan desain sistem tata arsip dinamis, bahkan sebelum arsip dinamis itu diciptakan (pre-creation);

  4. Mengandalkan kerjasama dan bagi tugas dan tanggungjawab kearsipan (termasuk arsip statis) dengan sistem tata arsip dinamis, khususnya antara records managers dengan archivists;

  5. Adanya konsep jasa pengguna arsip, baik untuk lingkup internal maupun eksternal organisasi pencipta, selama periode arsip tersebut – tentu saja dalam hal ini ketentuan dan syarat berlaku, tergantung kebijakan masing-masing negara, karena point kelima ini berlaku bagi negara yang sudah menerapkan kebebasan memperoleh informasi (freedom of information act);

  6. Adanya makna konteks asal-usul arsip (provenance), organisasi serta konteks sosial di mana arsip dinamis tersebut diciptakan dan digunakan serta dipelihara. (Flynn 2001, 83-84).

Records Continuum Dalam Praktek

Flynn (2001) menunjukkan bahwa records continuum model merupakan model kearsipan yang signifikan dibandingkan dengan model yang lain karena tiga alasan:
  1. RCM memperluas kemungkinan adanya interprestasi arsip dinamis dan sistem tata arsip dinamis yang disuguhkan oleh model daur hidup, di mana kelebihan ini membantu memberikan variasi konteks kekinian tempat records manager dan archivist bekerja, dan bagaimana arsip dinamis dan statis digunakan;

  2. Mengingatkan kita akan kenyataan bahwa arsip (dinamis dan statis) diciptakan dan dipelihara karena kegunaannya, seperti halnya hasil fungsi administrasi dan bisnis dan sebuah proses, bukan semata-mata suatu tujuan itu sendiri;

  3. RCM mengutamakan kerjasama lintas repository, khususnya antara records manager danarchivists. (Flynn 2001, 90) (untuk Indonesia, hal ini sebenarnya sudah terjadi karena konsep arsiparis kita pada dasarnya gabungan antara records manager dan archivists, Cuma dalam praktek belum sepenuhnya dijalankan).

Kalau kita bandingkan antara records continuum model dengan life cycle of records model, ada 10 aspek yang membedakan keduanya:
  1. Asal-usul model

  2. Elemen definisi arsip dinamis

  3. Perhatian utama terhadap manajemen arsip dinamis

  4. Pola transfer arsip dinamis

  5. Perspektif tata arsip dinamis

  6. Proses tata arsip dinamis

  7. Kriteria seleksi arsip

  8. Waktu penilaian arsip

  9. Peran arsiparis

  10. Praktek aplikasi manajemen arsip dinamis
Perbedaan LCR dan RCM
Variabel

Perspektif
Life Cycle Model
Records Continuum Model
1.Asal-usul model Berangkat dari perlunya
mengontrol dan
mengelola secara efektif
fisik arsip-arsip dinamis
setelah Perang Dunia II
(lebih dari setengah

abad yang lalu)
Tuntutan yang meluas
adanya pengawasan
serta pengelolaan

manajemen arsip
dinamis elektronik pada
era digital sekarang ini
2.Elemen definisi arsip
dinamis
Entitas fisik

  1. Isi (content),

  2. Konteks (context),

  3. Struktur (structure)

3.Perhatian utama

terhadap manajemen

arsip dinamis

  • Records-centred,
    product-driven;

  • Mengandalkan arsip
    dinamis sebagai entitas
    fisik yang tangible,
    keberadaan fisik arsip
    dinamis serta arsip
    dinamis itu sendiri;

  • Fokus pada arsip dinamis

    kertas


  • Purpose-centred process& customer driven;

  • Fokusnya pada ciri arsip

    dinamis, proses tata
    arsip dinamis, perilaku
    dan keterkaitan arsip
    dinamis dalam
    lingkungan tertentu;

  • Dunia digital

4.Pola transfer arsip

dinamis

  • Pentahapan berdasarkan

    waktu: arsip dinamis
    berevolusi melalui
    berbagai tahap sampai
    akhirnya "mati" kecuali “arsip pilihan” yang
    reinkarnasi sebagai arsip
    statis (archives)

  • Urutan waktu: proses
    arsip dinamis terjadi
    dalam sequensi tertentu


  • Multi-dimensional: arsip
    dinamis ada dalam
    ruang-waktu BUKAN

    ruang dan waktu

  • Secara simultan: proses
    arsip dinamis dapat
    terjadi kapan saja pada
    keberadannya, atau
    bahkan mendahuluinya

5.Perspektif tata arsip
dinamis

  • Eksklusif

  • Single purpose

  • Memori Organisasi atau

    memori kolektif

  • Nilai guna kekinian dan

    nilai guna sejarah


  • Inklusif

  • Multiple purpose

  • Bisa memori organisasi

    dan memori kolektif

  • Bisa nilai guna current,

    regulatory
    , dan nilai

    guna sejarah sejak

    penciptaan arsip dinamis

    secara simultan BUKAN

    secara sequensial

6.Proses tata arsip dinamis · Ada berbagai tahapan
yang kentara sekali tata
arsip dinamis dan
menciptakan perbedaan
yang tajam antara tata
arsip dinamis dan tata
arsip statis
· Pengintegrasian tata
arsip dinamis dan proses
pengarsipan

(statis/archiving)
7.Kriteria seleksi arsip · Nilai guna kekinian

(currency) dan
kesejarahan
· Nilai guna yang
berkelanjutan yang

termasuk nilai guna
kekinian dan

kesejarahan
8.Waktu penilaian arsip · Pada ujung/akhir
perpindahan arsip
dinamis
· Dari permulaan sampai
akhir
9.Peran manajer arsiparis

  • Pasif dan reaktif

  • Terkungkung pada
    peranan sebagai
    penjaga dan strategi


  • Proaktif sebagai:

  • Pembuat keputusan tata
    arsip dinamis, standard
    setters

  • Perancang sistem tata
    arsip dinamis dan
    strategi implementasi,

  • Konsultan

  • Pendidik / trainer

  • Advokat

  • Auditor

10.Praktek aplikasi

manajemen arsip

dinamis

  • Segala sesuatu dilakukan

    dalam arsip dinamis
    dalam tahapan yang
    pasti, dalam urutan
    tertentu oleh
    sekelompok profesi
    tertentu

  • Records managers dan archivists tidak punya
    kewenangan dalam

    mengarahkan arsip
    dinamis apa yang
    diciptakan oleh
    organisasi pencipta,
    mereka hanya menerima objek fisik arsip sebagai
    hasil samping
    administrasi saja

  • Akuntabilitas pencipta,
    pengguna arsip dinamis, records managers serta archivists terfragmentasi dan

    terputus


  • Pengintegrasian proses
    bisnis dan proses tata
    arsip dinamis, tugastugas
    tersebut dapat
    terjadi pada hampir
    semua tahapan oleh
    sekelompok profesional
    apa saja

  • Manajer arsip dinamis
    memiliki akuntabilitas
    untuk menjamin tidak
    hanya dalam
    pemeliharaan arsip
    dinamis namun juga
    dalam penciptaan bukti tujuan serta fungsi organisasi

  • Kerangka kerja yang
    terintegrasi untuk
    mewujudkan
    akuntabilitas para
    pemeran dan kemitraan
    dengan stakeholders lainnya



Perbedaan dua konsep kearsipan di atas menunjukkan adanya kelebihan records continuum model
atas life cycle, khususnya kalau diterapkan pada arsip dinamis elektronik.

Fokus utama dalam records continuum model adalah adanya multi fungsi dari arsip dinamis, bukan fungsi itu sendiri (cf UU No 7/1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan, yang membedakan fungsi arsip menjadi arsip dinamis dan statis ! ). Records continuum model bertujuan mengembangkan sistem tata arsip dinamis yang melakukan kegiatan capture, manage, and maintain records with sound evidential characteristics for as long as the records are of value to the organization, any successor, or society. It promotes the integration of recorkeeping into business systems and processes of organization
(Marshall 2000, 24).

Jadi, mekanisme records continuum model adalah pendekatan yang terintegrasi dalam mengelola arsip dinamis (records) dan arsip statis (archives). Records managers dan archivists, atau dalam konteks kita adalah arsiparis, menyatu dalam satu profesi dalam kerangka kerja tata arsip dinamis (recordkeeping)

untuk tujuan yang sama yakni menjamin keandalan, keotentikan, serta kelengkapan records. Di sini, kita perlu jeli membedakan antara manajemen arsip dinamis (records management), tata arsip dinamis(recordkeeping), serta sistem tata arsip dinamis (recordkeeping systems). Untuk memudahkan
pemahaman ini, bisa dilihat pada bukunya Pak Sulis (Sulistyo-Basuki, 2003).

Records continuum model memudahkan tata arsip dinamis yang berkelanjutan untuk menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan masa kini dengan masa yang akan datang, yang secara koheren berada dalam konteks yang jauh lebih dinamis dan berubah-ubah karena dipengaruhi oleh berbagai aspek hukum, politik, administrasi, sosial, perdagangan, teknologi, sejarah dan budaya yang kesemuanya itu bersifat lintas ruang-waktu (An, 14-15). Bila tata arsip dinamis diaplikasikan secara terintegrasi maka ia akan berfungsi sbb:
  1. Memfasilitasi tata kelola pemerintahan/korporasi;

  2. Menopang akuntabilitas;

  3. Membangun memori;

  4. Membangun identitas;

  5. Memberikan sumber daya informasi yang otoritatif dan bernilai tambah (McKemmish 1998, 4).

Pendekatan sistem berorientasi kontinyum pada manajemen arsip dinamis pada dasarnya mengubah peran tata arsip dinamis (recordkeeping). Kalau dalam manajemen arsip dinamis sebelumnya(life cycle) bersifat reaktif, yakni mengelola arsip dinamis setelah penciptaan arsip dinamis, sebaliknya dalam recordkeeping bersifat proaktif, yakni bermitra dengan stakeholders lainnya untuk menentukan arsip dinamis transaksi mana yang perlu dipertahankan, biasanya dengan mengimplementasikan sistem informasi bisnis yang dirancang dengan kemampuan built-in recordkeeping untuk melakukan capture arsip dinamis yang bernilai kebuktian pada saat penciptaan. Jadi, dalam records continuum model peranrecords manager memang agak kabur dengan IT specialist karena menekankan kemitraan denganstakeholders (operational managers, systems administrators, supervisors, dan desktop operators).

Sarana atau software yang built-in untuk meng-capture arsip dinamis yang bernilai kebuktian memang harus pertama kali dirancang dalam sistem bisnis tansaksi elektronik. Dengan metadata yang memadahi untuk menjamin bahwa arsip dinamis tersebut sudah akurat, komplit, andal, dan bisa digunakan, arsip-arsip dinamis ini memiliki atribut isi, konteks, dan struktur yang diperlukan untuk dijadikan sebagai bukti aktivitas bisnis/organisasi. Bahwa dalam ranah elektronik arsip dinamis elektronik harus disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama mempunyai maksud bahwa arsip-arsip dinamis elektronik tersebut nantinya dapat dimigrasi lintas sistem sebagaimana upgrade pada hardware dan software (Marshall 2000, 25).

Dalam model daur hidup arsip dinamis (life cycle of records) peran records managers dan archivists
dipisahkan. Hal ini akan mengakibatakan kesulitan tatkala dihadapkan pada pengelolaan arsip dinamis elektronik. Model daur hidup menganggap arsip dinamis elektronik sebatas sebagai arsip media baru atau arsip dinamis fisis layaknya film, rekaman suara, mikrofis. Pandangan daur hidup terhadap arsip dinamis elektronik sebagai media fisis ini berdampak cukup serius. Hal ini karena ciri volatility arsip dinamis elektronik ini betul-betul bertentangan dengan pendekatan ini. Arsip dinamis elektronik harus ditempatkan pada sistem hardware dan sofware yang sesuai dengan lingkungan “hidup” nya, sehingga tidak mewajibkan tempat simpan fisik model tradisional dalam daur hidupnya. Sepanjang aksesibilitas dan penggunaan arsip dinamis elektronik dapat dilakukan dalam sebuah jaringan (LAN, WAN, Intranet, bahkan internet), tempat simpan yang sebenarnya dari sistem yang menyimpan arsip dinamis elektronik tersebut menjadi tidak penting (Marshall 2000, 24).

Kesimpulannya, model records continuum menekankan adanya pengelolaan arsip dinamis dan statis menjadi satu kesatuan pengelolaan. Ini berarti bahwa records continuum model menekankan pada:
  1. Persamaan BUKAN perbedaan;

  2. Kualitas dan kuantitas BUKAN hanya kuantitas;

  3. Cara berpikir yang positif dan kohesif BUKAN terpisah dan pasif;

  4. Kerangka pembuatan keputusan yang terintegrasi BUKAN terfragmentasi

  5. Pengawasan pembuatan keputusan yang terintegrasi BUKAN terfragmentasi

  6. Memberikan kepuasan kepada user/clients dengan melakukan kolaborasi BUKAN duplikasi dan tumpang tindih;

  7. Pendekatan problem solving yang terintegrasi BUKAN terpisah. (An 2000, 1-15).

Referensi:

An, Xiaomi. (2001). A Chinese View of Records Continuum Methodology and Implications for Managing Electronic Records.

Kennedy, J., & Schauder, C. (1998). A Guide to Corporate Recordkeeping (2nd Edition ed.). South Melbourne: Longman.

Marshall, P. (2000, May). Life Cycle versus Continuum: What is the Difference? Informaa Quarterly , 16 (2), pp. 20-25.

McKemmish, S. (n.d.). Yesterday, Today and Tomorrow: A Continuum Responsibility. Akses 1 Maret, 2008, dari Records Continuum Research Group website:http://www.sims.monash.edu.au/rcrg/publications/recordscontinuum/smckp2.html

McKemmish, S., & Piggot, M. (Eds.). (1994). The Records Continuum: Ian Maclean and Australian Archives First Fifty Years. Sydney, Australia: Ancora Press.

Sulistyo-Basuki. (2003). Manajemen Arsip Dinamis: Pengantar Memahami dan Mengelola Informasi dan Dokumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suprayitno, dkk. (2003). Alih Media Dalam Bingkai Records Continuum Model: Analisis Terhadap Layanan
Informasi di KADEAP Sleman. Tugas Akhir Program Diploma Kearsipan. FIB UGM Yogyakarta.

Upward, F. (2000). Modelling the Continuum as Paradigm Shift in Recordkeeping and Archiving Process, and Beyond a Personal Reflection. Records Management Journal , 115-139.

Upward, F. (1996). Structuring the Records Continuum Part One: Post-Custodial Principles and Properties. Archives and Manuscripts , 24 (2), 268-285.

Upward, F. (1997). Structuring the Records Continuum Part Two: Structuration Theory and Recordkeeping. Archives and Manuscripts , 25 (1), 10-35.

Wickman, D. (1999). What's New? Functional Analysis in Life Cycle and Continuum Environment. Archives and Manuscripts , 26 (1), pp. 114-127.

3/13/08

Principle Of Provenance dan Permasalahannya

Prinsip Asal-Usul (Principle of Provenance) dalam ilmu kearsipan merupakan ciri khusus yang membedakan dengan profesi informasi lainnya khususnya yang mengkaji tentang dokumen, misalnya ilmu perpustakaan. Ciri khusus yang dimaksud di sini meliputi konteks, penggunaan serta makna dokumen. Prinsip asal-usul ini, maksudnya asal-usul arsip dinamis (records), mempunyai tiga makna yang berbeda (Bellardo & Bellardo, 1992). Pertama, secara umum mengacu pada “asal-usul kantor/unit pencipta” arsip dinamis, atau kantor itu sendiri, entitas administrasi, person, famili, perusahaan, tempat arsip-arsip dinamis, personal papers atau manuskrip tersebut berasal. Kedua, mengacu pada koleksi informasi yang berasal dari transfer kepemilikan arsip, dan yang ketiga, mengacu pada ide bahwa koleksi arsip (statis, khususnya) yang berasal dari unit pencipta tertentu tidak boleh dicampur jadi satu dengan unit pencipta lainnya. Dalam hal ini, prinsip asal-usul tersebut sering dinamakan dalam bahasa Perancis respect des fonds. Ada lagi prinsip turunannya, yang secara ketat menerapkan, “Principle of the Sanctity of Original Order,” yang menyatakan bahwa arsip dinamis harus disimpan sesuai dengan aturan/penataan aslinya (Prinsip Aturan Asli).
Principle of Provenance itu sendiri pada awalnya dikembangkan oleh para archives manager Perancis modern dan Prusia pada abad kesembilan belas, baik secara teori maupun praktek. Sebelum diterapkannya prinsip ini, semua arsip statis ditata dan dideskripsikan menurut “principle of pertinence,” dimana arsip-arsip statis ditata menurut subjek tanpa memandang asal-usul dan aturan aslinya (Gränström, 1994). Dengan perkembangan arsip pemerintah di Perancis dan Prusia, di mana volume arsip masuk yang diterima oleh setiap instansi pemerintah semakin menggunung, “principle of pertinence” ini ternyata tidak praktis diterapkan. Selain itu, para sejarawan saat itu, dan bahkan sampai sekarang, mementingkan objektivitas original source material. Mereka berkeinginan untuk membangun apa yang sebenarnya terjadi, sehingga mereka merasa bahwa sumber-sumber tertulis harus dipertahankan dalam aturan aslinya, tidak boleh ditata ulang. Dengan demikian, prinsip ini memenuhi dua standar sekaligus – jauh lebih mudah dan cepat dalam memproses koleksi seandainya tidak diperlukan mencantumkan tajuk subjek pada masing-masing dokumen atau fond; dan yang kedua adalah terpenuhinya standar objektivitas yang disyaratkan oleh sejarawan. Terkait dengan standar historis, Principle of Provenance juga mencakup prosedur-prosedur diplomatika (studi otentisitas dokumen) abad pertengahan, yang berkenaan dengan penentuan dan penilaian arsip-arsip dinamis berdasarkan keotentikan, dan nilai guna kebuktian khususnya kebuktian secara hukum.
Meskipun prinsip ini dianggap objektif dan praktis, Principle of Provenance masih menimbulkan kompleksitas utama, yaitu masalah ciri organik arsip statis (archives) itu sendiri. Peter Horsman telah menulis dua artikel terkait dengan permasalahn ini. Argumennya yang paling mendasar adalah bahwa sumber arsip statis (baik administrasi, person, maupun famili) adalah organisme hidup, yang tumbuh dan berkembang dan jarang ada arsip itu bersifat absolut, tatanan fisik yang dokumen yang statis selama keberadaan dokumen tersebut. Akan tetapi sebaliknya, masih menurut Peter Horsman, koleksi arsip merupakan “ a complicated result of the activities of the creator, political decisions, organizational behavior, record-keeping methods and many other unexpected events” (Horsman, 1994). Daftar inventaris arsip statis, dan alat bantu temu kembali hanyalah suatu snapshot arsip dinamis pada satu waktu yang berbeda, khususnya pada akhir penggunaannya, dan merupakan bukti bahwa dokumen-dokumen yang saling terkait tersebut secara fisik dikumpulkan oleh instansi yang ditentukan (Horsman, 1999). The real power of an archive, as yet underutilized, is the notion of providing context. Context is a more complicated concept than “original order,” however, and in this case is concerned primarily with describing a continuum of relationships and inter-relationships over time and place. Preserving the physical original order of a fonds, which Horsman defines as the internal application of the Principle of Provenance, is merely a logistical artifact; valuable because it is, at least, “an original administrative artifact,” not defined from outside. To comprehend context, Horsman argues that the archivist not only has to describe and define the structure of the fonds in its seris and sub-series, but also to define and describe the relationships between the agency’s characteristics or functions, and the records it has created throughout the range of its existence.
Unlikely though it may be, this idea of providing meaningful contextual information is also a problem being considered by art historians, in a quest to describe of works of art from different cultures in significant and equivalent language. The most recent work is being done by David Summers, in his new tome, Real Spaces: World Art History and the Rise of Western Modernism (Summers, 2003). Although the two fields, archival science and the history of art might, at first glance, seem to have little in common, on the first page of the introduction, Summers states, “However the discipline of the history of art may have changed over the last few decades of theoretical and critical examination, it has continued to be an archival field, concerned with setting its objects in spatial and temporal order, and with relating them to appropriate documents and archaeological evidence.” In trying to develop a new descriptive language for works of art, Summers focuses on the “organic nature” of the work – concentrating on the overarching
theoretical construct of “facture,” which embodies the idea that the object itself carries some record of its having been made. The value of this physical and format-based characteristic is primary and unassailable.1 There is an obvious parallel here with the “organic character of records,” discussed by Schellenberg (1961),
“Records that are the product of organic activity have a value that derives from the way they were produced. Since they were created in consequence of the actions to which they relate, they often contain an unconscious and therefore impartial record of the action. Thus the evidence they contain of the actions they record has a peculiar value. It is the quality of this evidence that is our concern here. Records, however, also have a value for the evidence they contain of the actions that resulted in their production. It is the content of the evidence that is our concern here.”
What Summers calls “facture,” and Schellenberg calls “evidential value,” are related, and I think not explicitly spelled out due to the varying nature of their tasks: Summers is presenting a highly theoretical descriptive language for works of art, and Schellenberg, while concerned with theoretical underpinnings, is primarily interested in providing a real framework within which real, physical organizations (namely archives) can arrange and describe their collections.
How does this relate to image content management systems? While Summers’ framework, such as it is,2 could be expanded to include descriptive languages for “anything that is made,” it was developed first and foremost for cultural, artistic artifacts. He argues that access to and understanding of artifacts will improve if we could provide more complete information on a given artifact’s facture (Winget, 2003) and provenance. Significantly, Summers is using the term “provenance” in an archival sense – he is concerned with documenting the name of the creator as well as the organization or entity for which the artifact was created, that creator or entity’s functions, relationships, and predecessors; and the artifact’s successive spaces and uses throughout the range of its life. The fact that a Renaissance triptych, for example, started out as a functional devotional device, lost that functionality, was collected by a host of individuals for its monetary or artifactual value, let’s say the last individual to collect the triptych was a German Jew, whose collection was perhaps stolen by the Nazis, and now it resides in an American Museum collection – is all noteworthy and interesting information, and, Summers argues rather forcefully, significantly more valuable than simply providing subject access to that image.
Right now, image database managers, after worrying about quality and sustainability issues, seem to be primarily concerned with providing thematic or subject-oriented access to their collections. They are working with the “principle of pertinence,” as it were, and they’re running into the same problems that early-modern archivists had. It takes a very long time to provide robust subject access; it’s not objective, and in worst cases, can hinder retrieval. If they could twist the Principle of Provenance to relate primarily to providing access through description, rather than focusing on its use in arrangement,3 meaningful use of these image collections might rise, and retrieval problems might decline. The people in charge of image content management systems have a unique opportunity to develop a new system based principally on the user – providing facture and provenantial information without the difficulty of keeping a strict hierarchical structure that archives face. What’s more, for artifacts collected by museums at least, most of this information is already available: when acquiring a new work, curators research the artifact’s provenance to ensure that it is authentic and not stolen; conservators keep deliberate records about the format, materials and processes inherent in an artifact, and they furthermore tend to document any changes that happen to the work over time. There are a multitude of administrative attributes that are noted within the course of owning and maintaining culturally significant artifacts. The only problem is that these artifacts aren’t typically considered “important,” and they’re usually in paper form. If they are available digitally, access points are typically not provided (you can’t search on these terms).
Summers’ new framework now gives us the theoretical tools to recognize these attributes’ importance, and the archival profession gives us a practical framework within which to work. Metadata initiatives like the Dublin Core and METS provide specific requirements for collecting information and describing these objects; the CIDOC-CRM provides an ontology that could be used to add semantic meaning (and hence understanding) between disparate attributes within these schemas; and OAIS provides frameworks within which information can be shared across space and disciplines. The pieces are all there. Provenance has proved to be a powerful and uniquely user-centered concept for the archival profession. With the advent of ubiquitous digital technology, which tends to help transfer ideas across traditional professional boundaries, it’s time to expand and translate that notion to other fields for other uses.
References
Bellardo, L. J., & Bellardo, L. L. (1992). A glossary for archivists, manuscript curators, and records managers. Chicago: Society of American Archivists.
Dearstyne, B. W. (1993). The archival enterprise: Modern archival principles, practices, and management techniques. Chicago, IL: American Library Association.
Gränström, C. (1994). The Janus syndrome. The Principle of Provenance. Stockholm: Swedish National Archives.
Horsman, P. (1994). Taming the elephant: An orthodox approach to the Principle of Provenance. The Principle of Provenance. Stockholm: Swedish National Archives.
Horsman, P. (1999). Dirty Hands: A new perspective on the original order. Archives and Manuscripts, 27(1), 42-53.
Schellenberg, T. R. (1961). Archival principles of arrangement. American Archivist, 24, 11-24.
Summers, D. (2003). Real spaces: World art history and the rise of modernism. New York: Phaidon.
Winget, M. (2003). Metadata for Digital Images: Theory and Practice.

3/6/08

Slogan - Slogan Kearsipan

Slogan merupakan cara yang baik untuk mengutarakan ide atau gagasan dalam bentuk kalimat singkat. Berikut ini adalah slogan-slogan tentang manajemen arsip dinamis ataupun statis yang saya kumpulkan dari berbagai sumber, khususnya dari mailing lists.


Slogans on archives:



  1. The preservers of history are as heroic as its makers. (Pat Neff, Governor of Texas and President of Baylor University)

  2. Archives are forever

  3. History alive

  4. Preserving history

  5. Making heroes

  6. What's past is prologue. (William Shakespeare in "The Tempest". Also, chiseled onto the edifice of the National Archives of the United States.) [Reference information contributed by Peter Gunther]

  7. The great use of a life is to spend it for something that outlasts it. (William James) [Contributed by Mark Lambert]

  8. Preserving our past and flourishing in the future. (Debbie Edmondson)

  9. The written word endures - be sure to create it and preserve it. (a NARA poster)

  10. History is Everything. [Contributed by Valerie A. Metzler]

  11. It depends on those who pass

    Whether I am a tomb or treasure

    Whether I speak or am silent

    The choice is yours alone.

    Friend, do not enter without desire.

    (Verse by Paul Valery on the wall of a library & archives in Paris.) [Contributed by Joe Anderson]

  12. An archive is a dump without the seagulls. (Shoe, 1990) [Contributed by Bart Ryckbosch]

  13. Glory is acquired by virtue but preserved by letters. (Petrarch) [Contributed by Ellen Chapman]

  14. Archivists are like Mechanics, no one wants to give them money or the time of day until something breaks when they become God's amongst men. (Alex Rankin) [Contributed by Bob Coghill]

  15. People say I'm a packrat. They may be right. But I prefer the term archivist. (McNeely 16 Dec. 1995) [Contributed by Bob Coghill]

  16. Of all our national assets, Archives are the most precious; they are the gift of one generation to another and the extent of our care of them marks the extent of our civilization. (Arthur G. Doughty, Dominion Archivist, 1904-1935) [Contributed by Bob Coghill]

  17. Those who do not remember the past are condemned to relive it. (Santayana) [Contributed by Lynn Smith]

    Slogans on Records Management


  18. Information is power

  19. Time is money

  20. Records should earn their keep

  21. The future is in the making, not the waiting

  22. Control your records before they control you

  23. ...not all information is created equal !! (Larry Medina)

  24. For the Record...Information becomes far more a commercial commodity, ephemeral, instant, disposable, yet powerful, indispensable, and sought after. It'll be an interesting ride, but can we cope? (Bruce Montgomery, Univ. of Colorado)

  25. Behind every successful manager is a Records Manager

  26. Records are food for thought, not for mice. (A student of the Department.)

  27. Appraisal is the acid test of where a person stands in the archival world. (Marc Wolfe)

  28. Information is the currency of democracy. (Thomas Jefferson)

  29. To Keep or Not to Keep... Is that Your Question?

  30. To shred or not to shred; that is the question. (Peter Kurilecz)

  31. Knowledge is of two kinds: we know a subject ourselves, or we know where we can find information upon it. (S. Johnson)

  32. Records management is like an elevator. You do not notice it until it is not there

  33. RIM is like oxygen - noone ever notices it unless it is missing. [Contributed by Sheila Taylor & Gregg Astoorian]

  34. Helping in ways you never imagined. (Arthur Andersen Co.)

  35. Records Management: Preserving our past, providing access to our future. (Lee Michael)

  36. Records Management: Preserving the past, preparing the future, protecting the present. (George D. Darnell)

  37. Preserving yesterday, managing today, preparing for tomorrow. (ARMA + Thomas L. Meyers)

  38. Insure the future by preserving the past. (Andrew Lund)

  39. Records Management: When you absolutely need to know where it is. (Peter Kurilecz)

  40. Records Management: Just say "No!" to chaos. (Peter Kurilecz)

  41. Records Management: Collate, fold, spindle, mutilate, shred. (Darrel Parker)

  42. Increasing efficiency, reducing costs. (Wayne Duncan)

  43. Records - a renewable source. (Andrea Taylor-Reeves)

  44. Records management is the only profession that knows in advance what it is going to forget. (Dick King)

  45. Know when to hold'em, stow'em and throw'em. [Contributed by Nancy B. Grepper]

  46. Records Management: Knowing what to throw away. (Fresko Marc)

  47. Do you know where your records are at 10:00 p.m.?

  48. Records Management is like a life preserver; you never think you will need it but... (Hugh Smith)

  49. Records management means never having to say you are sorry. (Jan Schuffman)

  50. Help me records manager! You are my only hope. (Jan Schuffman)

  51. Records Management: Wanna see something REALLY scary? (Jan Schuffman)

  52. If you purge it, they will come. (Jan Schuffman)

  53. Let records management take you... from heap to harmony... from chaos to control. (Christopher Gaines)

  54. Protecting the corporate asset. (Christopher Gaines)

  55. Protecting our collective asset. (Christopher Gaines)

  56. Records Management: Ensuring access to essential information. (Tod Chernikoff)

  57. State-of-the-art automation will never beat the wastebasket when it comes to speeding up efficiency in the office. (Ann Landers Gem of the Day, July 27, 1994) [Contributed by Charles R. Schultz]

  58. Change Filing into Smiling. (Karen Heraldo)

  59. Information which is not communicated is valueless,

    Information which cannot be found is worthless

    The value of Information is directly related to its accessibility. (Katie Geuin)

  60. If only we knew what we already know. (Glenn Sanders)

  61. Records are the corporate memory, everything else is anecdote. (Glenn Sanders)

  62. Success is when preperation meets opportunity. (Chris Flynn)

  63. "Without access to information there is no transparency;

    without transparency there is no accountability;

    and without transparency and accountability there is no democracy." (Dr. Harrison Mwakyembe, Senior Lecturer in Law from the University of Dar es Salaam) [Contributed by Ginny Jones]

  64. "Without records, there is no information;

    without information, there is no functionality;

    without functionality, we're as good as dead." (Ira Penn?) [Contributed by Ginny Jones]

  65. ABC of RM:

    A: Keep what must be kept

    B: Shred what may be shredded

    C: Understand the difference between A and B (Yves Légaré)

  66. Information is the oxygen of the modern age. It seeps through the walls topped by barbed wire, it wafts across the electrified borders. (Ronald Reagan) [Contributed by Chris Flynn]

  67. Private information is practically the source of every large modern fortune. (Oscar Wilde) [Contributed by Chris Flynn]

  68. The idea that information can be stored in a changing world without an overwhelming depreciation of its value is false. It is scarcely less false than the more plausible claim that after a war we may take our existing weapons, fill their barrels with cylinder oil, and coat their outsides with sprayed rubber film, and let them statically await the next emergency. (Norbert Wiener (1894-1964), U.S. mathematician, educator, founder of Cybernetics) [Contributed by Chris Flynn]

  69. Knowledge is a process of piling up facts; wisdom lies in their simplification. (Martin Fischer (1885-1959) Australian novelist.) [Contributed by Chris Flynn]


Archives and Records Management related humour



  1. Archivists make it last longer.

  2. Let a Records Manager in your drawers.

  3. Ancient Egyptians wrote their history on walls, because they were smart enough to know that, if they put it in the files, it would be lost forever. (from a cartoon)

  4. How many academic librarians does it take to change a light bulb? [Contributed by Blake Carver, from a thread in the LISNEWS listserv.]



  • One archivist to preserve and catalog the old, burnt-out light bulb

  • One acquisitions librarian to order the new light bulb;

  • One cataloger to catalog and classify the new light bulb when received according to AACR2 standards, noting wattage, color, fluorescent or incandescent, etc.;

  • One reference librarian to ascertain that the light bulb ordered is what the patron REALLY wants;

  • One media services librarian to make sure the bulb meets stated instructional objectives;

  • One government publications librarian to check that the bulb meets federal standards;

  • One circulation librarian to check out the bulb;

  • One dean of libraries to oversee the entire process;

  • One student worker to actually change the light bulb.

    The correct answer is: "CHANGE??!!!!??" (screamed loudly with fear in your voice.)


Top 10 Reasons to not get Organized [Contributed by Donna P. Wilson]



  1. Hunting for important documents adds excitement to a boring schedule.

  2. Stacking papers on your desk protects it from ultraviolet radiation.

  3. Being as confused as everyone else helps you fit in.

  4. Moving piles of paper keeps you in shape.

  5. If you understood what you were doing, you would be terrified.

  6. Confusion brings out the best in you.

  7. Organization kills creativity.

  8. Shuffling papers prevents dust from piling up.

  9. Your competitors spies will never find what they're seeking.

  10. Clutter magnifies your importance.


Some more [Contributed by Andrea Taylor-Reeves]



  1. TILLIS' ORGANIZATIONAL PRINCIPLE: If you file it, you'll know where it is but never need it. If you don't file it, you'll need it but never know where it is.

  2. Anyone can make a decision given enough facts. A good manager can make a decision without enough facts. A perfect manager can operate in perfect ignorance.

  3. MURPHY'S UNAVOIDABLE LAW OF THE OFFICE: Copy machines mangle only important documents. COROLLARY: If a machine goes wild and runs off 180 copies, it will do so when you are copying a personal letter.

  4. The best laid plans of mice and men are all filed away somewhere.

  5. The crucial memorandum will be snared in the out-basket by the paper clip of the overlying correspondence and go to file.

  6. The only important information in a hierarchy is who knows what.

  7. Always make a copy of everything on your computer. If it's really important, make two.

  8. New systems generate new problems

  9. MOLLISON'S BUREAUCRACY HYPOTHESIS: If any idea can survive a bureaucracy review and be implemented, it wasn't worth doing.

  10. GOLUB'S LAW OF COMPUTERDOM: A carelessly planned project takes three times longer to complete than expected; a carefully planned project takes only twice as long.

  11. WEINER'S LAW OF LIBRARIES: There are no answers, only cross references.

  12. LERMAN'S LAW OF TECHNOLOGY: Any technical problem can be overcome given enough time and money. LERMAN'S COROLLARY: You are never given enough time or money.

  13. Always keep a record of data. It indicates you've been working.

3/2/08

Tabularium : Software Kearsipan Sederhana


TABULARIUM VERSION 2.1 (BUILD 37)
Copyright 1997-2004 David Roberts
All rights reserved

Berkenalan Dengan Tabularium


Tabularium adalah (dari bahasa Latin yang artinya kantor arsip atau registry) sistem manajemen koleksi arsip. Software ini khusus dirancang untuk kantor arsip yang ukurannya kecil namun dapat juga diterapkan pada kantor arsip berukuran besar. Secara teknis, Tabularium adalah aplikasi database berbasis Microsoft Access, yakni suatu kumpulan tabel, query, form on-screen, serta laporan yang dirancang dalam sistem yang terpadu.

Yang perlu diingat bahwa software ini bukan merupakan software yang stand-alone: kita harus lebih dulu menginstal Microsoft Access untuk menjalankannya. Saya rasa ini sangat mudah karena komputer kita biasanya sudah otomatis terpsang Microsoft Access yang sudah tergabung dalam Microsoft Office. Asalkan kita sudah menguasai Access, kita dapat dengan mudah mengotak-atik aplikasi ini.
Bagaimana Tabularium Bekerja ?
Sebagian besar dari isi Tabularium adalah Intellectual control arsip, yakni ‘...pengawasan yang dibangun atas muatan informasi arsip (baik dinamis ataupun statis) dengan tetap menekankan prinsip-prinsip kearsipan yakni prinsip asal-usul principle of provenance) dan prinsip penataan dan deskripsi arsip (principle of original order) (Judith Ellis, ed., Keeping Archives, Second Edition, WD Thorpe in association with the Australian Society of Archivists Inc, 1993, p. 472).

Secara lebih khusus, Tabularium membantu kita mendeskripsikan arsip statis beserta konteksnya, untuk menghasilkan hard copy standar dan alat bantu kembali arsip secara online dan menemukan arsip tertentu di depo arsip atau records centre dengan melakukan searching pada database Tabularium.

Tabularium juga mendukung kontrol fisik arsip, yakni ‘...pengawasan yang dibangun atas aspek fisik (seperti format, jumlah, dan lokasi) arsip statis dan dinamis yang ada pada tempat simpan. (Keeping Archives, p. 476).
Dengan demikian, Tabularium mendukung proses accession, peminjaman, dan tempat baca arsip, serta pemusnahan arsip-arsip yang bernilai guna sementara. Tabularium juga membantu kita menjejak di mana lokasi unit-unit arsip (bukan unit kearsipan loh !) yang berbeda-beda tersebut di tempat simpan kita.

Tabularium mendukung adanya tools untuk retensi arsip dinamis serta penyusuta. Dan yang terakhir, Tabularium memberikan berbagai statistik manajemen. Pada bentuk arsip konvensional, Tabularium memberikan kemudahan dalam pengelolaan arsip foto dan objek (seperti koleksi museum).

Cara Menginstalnya ?
DOWNLOAD DULU .... Di Sini
Kalau sudah diunduh...
Tabularium didistribusikan dalam format ZIP File.
Untuk mengisntal ke hard disk kita, ekstraklah semua file dari file ZIP kita lalu kopikan ke dalam folder tempat tujuan kita akan menyimpan, sebaiknya di : c:/tabularium

Dari CD-ROM:

Files yang ada di CD-ROM tidak dikompres ke dalam file ZIP. Cara nginstalnya:
1. buatlah folder di hd kita c:\tabularium (disarankan)

2. kopi semua file dari CD-ROM ke dalam folder tersebut

Tergantung komputer kita, kalau perlu kita ubah Properties file database ('mdb') 'Read only' setelah kita kopikan tadi. Caranya:

1. buka folder tersebut

2. Klik-kanan file database yang dimaksud lalu klik properties

3. buanglah tanda centang 'Read-only' is unchecked


Copyright

The author reserves all rights in the Tabularium database (except those parts, used with permission, in which copyright subsists in the Government of New South Wales) and in its associated documentation, including this manual.

Selamat Mencoba..... !


Penyusutan Arsip

PENYUSUTAN ARSIP DINAMIS

Pendahuluan
Dewasa ini belum banyak yang mengenal adanya penyusutan arsip dinamis. Kondisi ini terjadi karena belum memasyarakatnya masalah kearsipan di negara kita, dan juga ilmu kearsipan di Indonesia belum begitu berkembang. Dampak yang ditimbulkan adalah sangat luas terutama bagi perkembangan Ilmu Kearsipan itu sendiri dan juga bagi pemasyarakatan masalah kearsipan. Sehingga timbul masalah penyusutan arsip dinamis, seperti:
• Kurang adanya kesadaran untuk menyerahkan arsip kepada ANRI
• Perlakuan yang sama antara arsip penting dengan tidak penting
• Sistem yang dipilih tidak tepat
• Kemampuan SDM yang kurang

Isi
Dalam penyusutan arsip diinamis harus selalu berpedoman kepada:
1. UU No 7/1971, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan
2. PP No 34/1979, tentang Penyusutan Arsip (Dinamis)
3. SE Ka ANRI No. SE/01/1981, tentang penanganan arsip inaktif sebagai pelaksanaan ketentuan peralihan PP tentang penyusutan arsip dinamis. (bagi instansi yang belum memiliki JRA)
4. SE Ka ANRI No. SE/02/1983, tentang pedoman umum untuk menentukan nilai guna arsip.

A. Peraturan Pemerintah No 34 tahun 1979 tentang penyusutan arsip Bab I Pasal 2 disebutkan bahwa penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan arsip dengan cara:
1. Memindahkan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan dalam lingkungan lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerintah masing-masing
2. Memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Menyerahkan arsip statis oleh unit kearsipan ke ANRI

Dengan demikian inti dari penyusutan arsip adalah upaya pengurangan arsip yang tercipta baik dengan cara pemindahan, pemusnahan, maupun penyerahan

Dari pengertian penyusutan arsip tersebut di atas ada beberapa hal yang perlu ditelaah den dijelaskan lebih lanjut baik menyangkut komponen serta persyaratan yang perlu dipenuhi.

1. Memindahkan arsip
Memindahkan arsip dari unit pengolah ke unit kearsipan mengandung arti bahwa arsip dinamis yang terdiri dari arsip aktif dan inaktif harus tersimpan secara terpisah. Tujuannya agar arsip dinamis yang frekuensi penggunaannya masih tinggi atau sering digunakan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan (dinamis aktif) mudah ditemukan kembali bila diperlukan. Dan arsip yang frekuensi penggunaannya seudah menurun (arsip dinamis inaktif), mungkin hanya satu kali digunakan, dapat diselamatkan dengan mudah, dengan cara memindahkannya ke pusat arsip sehingga dapat didayagunakan sebagai referensi atau berbagai kepentingan. Sasaran lain hendak dituju adalah kedua jenis arsip tersebut tidak bercampur baur menjadi satu sehingga dapat menyulitkan temu kembali arsipnya.
Pengertian yang kedua adalah bila beban tugas suatu instansi itu luas ataubesar maka arsip aktifnya dapat disimpan di unit pengolah masing-masing. Tetapi bila lingkup kerjanya sempit dan arsip yang dihasilkan juga sedikit maka disarankan untuk memusatkan penyimpanan arsip aktifnya. Kedua cara tersebut bila arsipnya telah mencapai masa inaktif arsip dipindahkan ke pusat arsip sebagai pusat penyimpanan arsip inaktif. Tetapi bila suatu organisasi yang rentang tugasnya kecil dan volume arsipnya sedikit, arsip aktif dan inaktif dapat disimpan secara terpusat pada suatu unit yang ditugaskan untuk mengelolanya.
Pengertian pemindahan arsip aktif ke inaktif dapat dilakukan dari filing cabinet satu ke filing cabinet kedua. Filing kabinet satu berisi arsipaktif dan filing kabinet kedua berisi arsip inaktif. Meskipun pemindahan tersebut dilakukan dalam ruang yang sama asalkan beda tempat penyimpanannya dapat disebut sebagi penyusutan arsip. (arsip inaktif dapat juga disimpan di rak arsip)
Hal lain yang perlu dijelaskan dalam definisi penyusutan sebagaimana tertuang dalam PP 34 tersebut memperlihatkan adanya konsepsi pusat arsip. Pusat arsip (dinamis) adalah tempat penyimpanan arsip inaktif, atau sering disebut recors centre. Manfaat adanya pusat arsip dinamis di samping memperoleh efisiensi dan penghematan, juga dalam rangka pendayagunaan arsipinaktif. Arsip inaktif dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai referensi atau sumber informasi organisasi.
Fungsi dari pusatarsip dinamis adalah untuk menghindarkan terjadinya penumpukan arsip inaktif di unit kerja. Dengan demikian mengurangi beban bagi unit kerja juga memudahkan perawatannya. Adanya pusat arsip dinamis dapat memberikan kepastian terhadap arsip-arsip yang bernilai guna permanen. Dan yang lebih penting lagi adalah terjadinya efisiensi baik penggunaan ruanganm, peralatan, tenaga, dan waktu.

2. Memusnahkan arsip
Prosedur pemusnahan arsip adalah sbb:
a. Pemusnahan arsip dapat dilakukan untuk arsip yang tidak mempunyai nilai kegunaan lagi atau bagi yang mempunyai JRA, arsip tersebut telah melampaui jangka waktu penyimpanan.
b. Pemusnahan arsip-arsip yang mempunyai penyimpanan 10 tahun lebih, dilakukan dengan ketetapan pimpinan lembaga-lembaga negara yang terkait. Misalnya arsip kepegawaian harus menyertakan ANRI dan BAKN
c. Pemusnahan arsip secara total harus disaksikan oleh dua orang pejabat bidang hukum atau bidang pengawasan dari lembaga yang bersangkutan.
d. Untuk pelaksanaan pemusnahan harus dibuat Daftar Pertelaan Arsip

Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memusnahkan arsip yaitu dengan bahan kimia, pembakaran, atau pulping (dibubur), dan dicacah,

3. Menyerahkan arsip ke ANRI
Selanjutnya dalam hal penyusutan untuk penyerahan arsip ke ANRI, prosedur pelaksanaannya sbb:
a. Penyerahan arsip ke ANRI dilakukan untuk arsip yang memiliki nilai guna sebagai bahan pertanggungjawaban nasional, tetapi sudah tidak diperlukan lagi untuk penyelenggaraan administrasi sehari-hari dan juga setelah melampaui jangka waktu penyimpanannya.
b. Bagi arsip-arsip yang disimpan oleh lembaga-lembaga negara atau badan-badan pemerintah di tingkat pusat harus diserahkan ke ANRI . Sedangkan bagi yang ada di tingkat daerah harus diserahkan ke Arsip Nasional Wilayah

B. Mengenai faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusutan arsip adalah nilai guna arsip dan JRA
Surat Edaran Kepala ANRI No SE/02/1983 dalam pendahuluan khusus disebutkan bahwa penentuan nilai guna arsip merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kegiatan penyusutann arsip dan mutlak perlu dilaksanakan dalam tata kearsipan. Penentuan nilai guna merupakan kegiatan untuk memilahkan arsip ke dalam kategori:
a. Arsip yang bernilai guna permanen yang harus disimpan
b. Arsip yang bernilai guna sementara yang dapat dimusnahkan dengan segera atau di kemudian hari

Total Pageviews

233,369