7/14/08

Mengenal Encoded Archival Description (EAD)

Pengantar

Encoded Archival Description (EAD) adalah suatu standar internasional yang dipakai oleh berbagai lembaga memori seperti arsip dan perpustakaan manuskrip dalam encoding data untuk mendeskripsikan arsip-arsip suatu lembaga/instansi maupun personal papers. Selama ini, arsiparis lebih mengenal sarana pendeskripsian arsip secara tradisional yakni sarana temu kembali seperti guides, daftar arsip atau katalog. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, standar deskripsi arsip juga mengalami inovasi. EAD merupakan standar deskripsi arsip berbasis SGML, yang pertama kali dirilis pada tahun 1998 versi 1.0.  Versi pertama ini sudah dirancang kompatibel dengan XML. EAD terus diinovasi dan dikembangankan oleh para pakar, terutama oleh the Society of American Archivists dan Library of Congress Amerika Serikat. 


Arsip dan perpustakaan saling berbagi tanggung jawab dalam hal memori. Arsip berbeda dengan perpustakaan dalam hal sesuatu yang diingat. Perpustakaan mengumpulkan dokumen-dokumen yang sengaja dipublikasikan seperti misalnya buku dan majalah. Buku dan majalah tersebut  bukanlah koleksi yang bersifat unik. Kopian dari buku dan majalah tersebut dapat kita peroleh dari berbagai sumber. Di isi lain, arsip merupakan koleksi yang unik. Arsip merupakan hasil samping fungsi atau kegiatan setiap lembaga, baik pemerintah maupun swasta yang berjalan secara alami, tidak dikreasi secara artifisial, melainkan mengalir begitu saja tanpa disadari (unselfconscious byproducts). Semua arsip atau dokumen kearsipan yang diciptakan oleh satu badan, individu atau keluarga, dalam dunia kearsipan, disebut fonds. Menurut International Council of Archives (ICA) General International Standard Archival Description (ISAD(G), fonds adalah keseluruhan dokumen, apapun bentuk dan medianya, yang secara organik diciptakan dan atau diakumulasikan dan digunakan oleh individu atau lembaga tertentu dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan fungsi dari penciptanya.


Kebalikan dari dokumen literer yang dikelola oleh perpustakaan, objek minat yang dapat diidentifikasi dalam arsip adalah suatu materi-materi yang bersifat unik, kompleks dan saling berhubungan. Fonds bersifat coherent dan identifiable karena semua arsipnya menggambarkan asal-usul unit penciptanya secara umum (principle of provenance), yang berasal dari satu sumber dan konteks. Biasanya satu fonds terdiri atas ratusan atau ribuan, bahkan jutaan items, meskipun tidak dipungkiri juga ada yang hanya terdiri dari satu item.  Seperti halnya terbitan berseri, banyak fonds yang bersifat terbuka (seperti dalam undang-undang kearsipan kita bahwa pada dasarnya arsip statis bersifat terbuka). Item-item dalam fonds biasanya berupa manuskrip maupun typescripts, tetapi juga berbentuk berbagai ragam media, seperti gambar, perencanaan, bagan, peta, foto, audio, video, audio-video, arsip dinamis elektronik, dll.


Perbedaan arsip dan perpustakaan tidak hanya pada ciri apa yang mereka ingat, tetapi atas siapa yang mereka ingat.  Pada saat aksesibilitas internet secara cepat mengubah perilaku pengguna perpustakaan dan arsip, namun keduanya secara tradisional melayani komunitas yang berbeda, meskipun kadang-kadang juga tumpang tindih.  Secara umum perpustakaan melayani masyarakat, kalangan pendidikan dan komunitas cendikia. Sementara arsip, secara hukum, berfungsi sebagai memori lembaga badan-badan pemerintah/swasta secara khusus. Lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta memiliki kewajiban hukum dalm hal penyimpanan arsip-arsipnya. Arsip mengingatkan kita akan sejarah, yakni dengan cara melakukan preservasi sebagian besar bahan-bahan mentah  yang digunakan sebagai landasan pemahaman historis kita. Baik memori legal maupun historis memerlukan tingkat kepercayaan pengguna yang tinggi terhadap otentisitas dan integritas arsip tersebut. Arsip merupakan bukti, baik secara legal maupun historis.


Perbedaan antara arsip dan perpustakaan atas apa dan untuk siapa keduanya ingatkan, hal ini semakin menjelaskan perbedaan utama dalam deskripsi kearsipan dan bibliografis. Deskripsi bibliografis, seperti dalam cantuman MARC, mewakili sebuah item yang dipublikasikan secara individual, dengan demikian bersifat item-level. Ada hubungan one-to-one antara deskripsi dan itemnya. Deskripsi tersebut berdasarkan, dan berasal dari, item fisik. Lain halnya dengan deskripsi kearsipan. Deskripsi kearsipan mewakili suatu fonds, yakni badan materi yang begitu kompleks, yang biasanya medium dan bentuknya bermacam-macam, yang membagi suatu asal-usul yang umum (provenans). Deskripsi arsip (arsip statis tentu saja) memerlukan suatu analisis yang kompleks, hierarkhis dan progresif, dengan dimulai pendeskripsian  kesemuanya, lalu subkomponen dari subkomponen, dst. Seringkali dalam pendeskripsian arsip berakhir dengan pendeskripsian item individual, meskipun hal ini bukan tujuan akhir deskripsi itu sendiri. Deskripsi arsip lebih menekankan struktur intelektual dan isi dari arsip, bukan karakteristik fisik semata. 


Karena materi-materi yang ada dalam fonds berfungsi sebagai bukti legal maupun historis, sangatlah penting untuk mendokumentasikan konteks penciptaan arsipnya, dan memberikan suatu analisis struktur internal dan isinya. Dalam istilah kearsipan, hal ini dikenal dengan istilah  respect des fonds. Respect des fonds meliputi dua prinsip yang penting, yakni prinsip asal-usul (principle of provenance) dan prinsip aturan asli (principle of original order). Dalam deskripsi arsip, pendokumentasian asal-usul meliputi penyediaan sejarah administratif suatu unit pencipta, atau biografi orang perorang atau famili. Dalam sejarah administratif unit pencipta maupun biografi orang perorang/famili, di dalamnya juga dideskripsikan tanggung jawab serta aktivitas fungsionalnya.  Untuk mendokumentasikan prinsip aturan asli, cakupan dan analisis isi menjelaskan secara detail terhadap fungsi-fungsi arsip tersebut, aktivitasnya, tanggalnya, serta wilayah geografis; penataan dan bentuk dokumentasi; serta subjek-subjek yang diwakilinya. Dengan demikian, deskripsi arsip merupakan koleksi – atau fonds-level, yang mengandung analisis hierarkhis dan terinci terhadap keseluruhan dan sub-sub-komponennya yang menekankan pada prinsip asal-usul, pengorganisasian, penataan, serta isi dari materi tersebut. 


Perlu diketahiu bahwa deskripsi arsip berbeda dengan deskripsi bibliografis pada perpustakaan. Deskripsi bibliografis, pada umumnya ringkas. Satu keseluruhan deskripsi sering ditulis dalam satu kartu, atau barang kali dua atau tiga. Deskripsi arsip juga ringkas – khususnya bila unit deskripsinya satu item atau deskripsinya hanya merupakan sebuah rangkuman – tetapi juga bisa menjadi seribu atau lebih panjang halamannya. Rata-rata detail deskripsi arsip ada sekitar 15-30 halaman panjangnya. 


Encoded Archival Description

Standarisasi deskripsi arsip memerlukan beberapa standar terkait lainnya. Pertama, perlu adanya suatu standarisasi komponen-komponen utama atau kategori-kategori deskripsi, serta keterkaitan kategori tersebut.  Ini merupakan semantik intelektual dan sintaks deskripsi arsip, khususnya kerangka kerja struktural yang menyeluruh.  ISAD(G) merupakan standar struktural deskripsi arsip yang dirintis oleh ICA. Kedua, perlu adanya standar isi, dengan spesifikasi  pada kategori-kategori yang disyaratkan maupun pilihan, bagaimana cara menulisnya, dan apa saja yang harus diisi dalam setiap kategorinya. Ketiga, berbagai aturan standar  diperlukan dalam kendali informasi seperti kode geografis, negara dan bahasa; nama personal, korporasi, dan famili; serta subjeknya. Terakhir, harus ada format komunikasi standar atau sintaks yang mewakili standar struktural.  Standar komunikasi ini memungkinkan information sharing antara komputer dan manusia (user).  Encoded Archival Description (EAD), berdasarkan pada ISAD(G), merupakan standar komunikasi deskripsi arsip.


Encoded Archival Description memakai Definisi Tipe Dokumen (DTD) Standard Generalized Markup Language (SGML) dan  Extensible Markup Language (XML) Document Type Definition (DTD). SGML merupakan suatu standar yang tidak bergantung pada hardware dan software di bawah pengawsan ISO untuk pengembangan skema enkoding bahan tekstual.  SGML pertama kali dirilis pada tahun 1986, dan mengalami sukse besar dalam pemerintahan, industri maupun lembaga pendidikan. Karena SGML lumayan terbilang rumit, dengan fitur-fiturnya yang menantang, para programmer menemukan berbagai kesulitan di dalamnya. Berikutnya adalah XML yang merupakan subset SGML yang kompatibel yang dikembangkan oleh  World Wide Web Consortium (W3C) and telah disetujui pada bulan Februari 1998. XML dan standar mitranya, Extensible Stylesheet Language (XSL) serta Extensible Linking Language (XLink), menyediakan sebagian besar fungsionalitas SGML dan standar-standar terkait lainnya  (DSSSL dan HyTime). XML tampaknya oleh para pengembang software dianggap sebagai standar yang menjanjikan di masa mendatang dan banyak diakui oleh publik. Karena DTDnya sesuai dengan SGML dan XML, EAD juga diuntungkan dengan adanya software SGML yang ada, begiu juga dengan XML. 


Dengan belajar dari ISAD(G), DTD dari EAD menekankan pada ciri hierarkhis deskripsi arsip. Dengan mengikuti deskripsi keseluruhan koleksi (fonds), misalnya, nama tempat simpan (repository) hanya akan diberi dalam deskripsi keseluruhan, dan tidak diulang dalam deskripsi sub-komponennya. 


DTD dalam EAD berisi tiga element level-tinggi:  <eadheader>, <frontmatter>, and <archdesc>.  <eadheader> digunakan untuk mendokumentasikan deskripsi arsip atau alat bantu temu kembali, sementara  <frontmatter> digunakan untuk menyediakan informasi yang ditampilkan seperti halaman judul, dan teks prefatori lainnya.  <archdesc> berisi deskripsi arsip itu sendiri, sehingga merupakan inti (core) dari  EAD.


Tanda <archdesc> berisi beberapa kategori deskriptif level-tinggi yang berisi kategori-kategori lebih rinci. Unsur terpenting dalam pada level-tingggi adalah  <did> atau identifikasi deskriptif. Tujuan tag  <did> adalah untuk memberikan informasi pokok kepada pengguna untuk mengidentifikasi materi-materi arsip dan  membuat aturan yang dapat diterima terkait dengan relevansinya.  Oleh karena itu, tag <did> berisi elemen-elemen untuk mengidentifikasi judul, tanggal penciptaan, pencipta, jangkauan, dan tempat simpan khasanah arsip (holding repository), serta elemen yang menjelaskan intisari cakupan dan isi materi serta biogarfi ringkas atau sejarah pencipta.  Elemen di belakan tag <did> adalah elemen-elemen yang memberikan informasi administratif, seperti batasan akses atau penggunaan (hak cipta); berbagai biografi dan sejarah yang mendetail, dan cakupan serta isi; materi-materi yang terkait; akses terkendali; dsb. Sementara itu, tag  <archdesc> berisi suatu elemen yang memfasilitasi suatu analisis terinci terhadap komponen-komponen suatu  fonds, tag <dsc> atau deskripsi komponen subordinat.  Dengan mengikuti prinsip yang ada dalam ISAD(G) bahwa semua elemen deskripsi tersedia dalam semua level deskripsi secara bertingkat/hierarkhis maka tag  <dsc> berisi elemen yang dapat diulang, tag  <c> atau komponen, yang memiliki semua komponen deskriptif di dalamnya yang dimiliki dalam tag  <archdesc> . dengan demikian, tag <c>s dapat "nested" di dalam tag <c> dalam berbagai level yang diperlukan untuk mendeskripsikan secara penuh terhadap semua komponen  fonds.


EAD memiliki kelebihan terhadap deskripsi arsip digital untuk mendukung keterkaitan deskripsi arsip digital yang asli dan representasi arsip digital. Oleh karena itu, EAD dapat digunakan untuk menyediakan akses langsung terhadap manuskrip, korespondensi, materi gambar, peta, dsb.  Kaitan (link) tersebut dapat digunakan untuk memperluas deskripsi arsipnya dengan menyediakan berbagai contoh yang representatif terhadap materi yang dideskripsikan, atau menyediakan akses ke seluruh fonds


Prospek EAD di Masa Depan

EAD mewakili suatu tahap awal transformasi deskripsi arsip dengan menggunakan teknologi informasi. EAD juga meyediakan suatu sarana untuk menciptakan deskripsi arsip konvensional versi   machine readable. Fitur dalam EAD menekankan pada display, serta pengindeksan yang relatif sederhana.  EAD juga memungkinkan dalam akses jaringan dan pengindeksan secara full text.


Ada dua buah hasil dari inovasi EAD yang telah dikembangkan oleh para pakar. Di antaranya:  otoritas kontrol serta versi bahasa khusus  EAD. Meskipun EAD mengakomodasi informasi biografis dan historis, ada dua keuntungan yang sangat kentara dalam mencipta dan memelihara informasi ini secara bebas dari deskripsi arsip. Saat ini  ada sebuah terobosan pengembangan EAD yang telah direkayasa oleh ICA bagian pendeskripsian badan korporasi, person serta famili, International Standard Archival Authority Record for Corporate Bodies, Persons, and Families (ISAAR(CPF). DTD berbasis ISAAR(CPF) akan memudahkan dalam pembangunan database biografis dan historis yang diakui secara internasional sehingga dapat mendokumentasikan badan-badan pemerintah, swasta/korporasi, individu, maupun famili yang nantinya menjadi pintu gerbang deskripsi serta sumber-sumber kearsipan.


Penerapan EAD secara internasional mengalami kendala, khususnya dalam hal bahasa.  Para arsiparis yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris mengalami kendala dalam memahami dan menerapkan standar EAD ini. Oleh karena itu, EAD versi bahasa selain Inggris mutlak diperlukan. Namun saat ini telah ada HyTime architectural form processing yang memungkinkan EAD DTD versi bahasa-khusus yang dapat dipetakan ke dalam versi bahasa Inggris sebagai bentuk  canonical untuk tukar komunikasi. 


Kesimpulan

Sejak dirilisnya EAD versi alfa pada bulan Januari 1996, banyak institusi memori seperti arsip dan perpustakaan koleksi khusus/manuskrip yang menerapkan EAD ini. Di AS, lebih dari 30  repositories di Kalifornia telah membentuk suatu konsorsium yang diberi nama  the Online Archive of California (OAC). Saat ini, ada sekitar 70.000 halaman pada alat bantu temu kembali arsip yang di-encode  yang mendeskripsikan lebih dari 3000 koleksi dalam database OAC, dan dengan penggunaan jasa konversi, databasenya diharapkan bisa berlipat ukurannya dalam dua tahun mendatang. Texas, New Mexico, dan Virginia sedang mengembangkan model konsorsium serupa OAC. Di Amerika sendiri, yang telah menerapkan EAD antara lain  Library of Congress, Harvard University, Yale University, Duke University, the Minnesota Historical Society, University of North Carolina, University of Michigan, and the University of Virginia.  


Sumber:

Mengenai EAD banyak saya kutip dari sumber aslinya, http://lcweb.loc.gov/ead/ dan http://jefferson.village.virginia.edu/ead.

No comments:

Total Pageviews